Tag: Sepakbola

  • Ferenc Puskas, Legenda Real Madrid dari Hungaria

    Julukan Pancho dan Canoncito pum melekat di namanya. Di Real Madrid, 242 gol berhasil ia cetak dari 262 pertandingan yang dilakoninya.

    Meskipun bergabung bersama Real Madrid di usia yang sudah cukup berumur, ia justru berhasil menjadi salah satu legenda yang sampai saat ini masih dikenang oleh para penggemar Real Madrid.

    Ia adalah Ferenc Puskas, seorang pesepakbola asal Hungaria yang juga membela tim nasional sepakbola Spanyol.

    Perjalanan dan Keberhasilan Puskas Menjadi Bintang Real Madrid

    Nama Ferenc Puskas memang tak bisa lepas dari keberhasilan Real Madrid dalam dunia sepak bola. Bergabung saat usianya menginjak 31 tahun, Puskas berhasil membuktikan diri sebagai penyerang terbaik Real Madrid di era tahun 1950 sampai 1960-an.

    Hadirnya Puskas semakin melengkapi kekuatan Real Madrid yang saat itu beranggotakan Alfredo Di Stefano, Hector Rial, Raymond Kopa, Paco Gento, Jose Santamaria, dan Rogelio Dominguez.

    Secara fisik, Puskas memiliki perawakan yang tak sama seperti pemain sepak bola pada umumnya. Ia hanya memiliki tinggi badan 172 cm, bukan tinggi yang ideal untuk ukuran seorang pesepakbola Eropa.

    Badannya terbilang gemuk. Namun itu semua tidak menjadi penghalang bagi Puskas untuk beraksi di atas lapangan hijau. Don’t judge a book by its cover.

    Puskas justru dikenal sebagai pemain yang punya kecepatan dan agresivitas yang tinggi. Tak heran jika pada akhirnya Puskas berhasil mencetak banyak gol selama berkarier di dunia sepakbola.

    Perjalanan menarik Puskas di dunia sepakbola terjadi di tahun 1956. Saat itu, ia meninggalkan negaranya saat terjadi Revolusi Hungaria.

    Puskas yang sedang melakukan tur mancanegara bersama Budapest Honved FC, nekat memilih untuk tidak pulang. Dari Spanyol ia pergi ke Italia, lalu lanjut ke Portugal. Pilihannya berakhir saat Puskas memutuskan mencari klub baru di Italia.

    Apa yang dilakukan Puskas dianggap tak menghormati kontraknya dengan Budapest Honved FC dan bertentangan dengan peraturan UEFA.

    Ia pun mendapatkan larangan untuk melakukan pertandingan selama dua tahun. Karier Puskas nyaris tamat, tak ada klub yang mau menerimanya dengan konsekuensi tersebut. Belum lagi usianya yang akan menginjak 31 tahun, jelas bukan usia muda untuk pemain sepak bola.

    Puskas kemudian memilih untuk hidup seadanya dan pasrah dengan keadaan. Seperti mayat hidup, Puskas menjalani hidupnya tanpa semangat hingga akhirnya lemak tertimbun di tubuhnya. Jika sudah seperti ini, klub mana lagi yang mau menerima Puskas?

    Nyatanya, nasib buruk tak selamanya berpihak pada Puskas. Santiago Bernabeu, boss dari Real Madrid, tiba-tiba mengulurkan tangannya pada Puskas dan menawarinya $100.000 untuk bermain di Real Madrid.

    Dengan kondisi fisiknya yang seperti itu, Puskas jelas tak percaya diri dengan tawaran yang ada. Bernabeu tak peduli dengan pendapat Puskas, ia hanya ingin Puskas kembali bugar dan segera bermain di Real Madrid.

    Tak ingin mengecewakan harapan Bernabeu, Puskas pun langsung berlatih giat agar tubuhnya kembali ideal dan langsung bergabung dengan Real Madrid.

    Kehadiran Puskas memang membuat Real Madrid mencapai masa keemasannya. Bersama para pemain bintang lainnya, Puskas sukses meraih 3 trofi European Cup dan 5 trofi Liga Champions secara beruntun. Pencapaian yang sangat menakjubkan, yang bahkan belum bisa ditandingi hingga saat ini.

    Saat itu, Real Madrid memang lebih sering menerapkan formasi 3-2-2-3 atau 3-2-5. Biasanya posisi penyerang tengah akan ditempati oleh Alfredo Di Stefano, sedangkan Paco Gento akan berada di kiri.

    Sementara itu Puskas akan berada di belakang Alfredo Di Stefano. Trisula Real Madrid ini selalu sukses membuat lawan ketar-ketir.

    Salah satu bukti nyata kehebatan trisula ini adalah saat Real Madrid berhadapan dengan Eintracht Frankfurt dalam final Liga Champions yang berlangsung pada 18 Mei 1960 lalu.

    Pertandingan ini digadang-gadang sebagai salah satu pertandingan terbaik sepanjang masa, yang disaksikan oleh 127.000 penonton.

    Puskas, Di Stefano, dan Gento berhasil menunjukkan penampilan terbaiknya dengan skor akhir 7-3 yang dibawa pulang oleh Real Madrid. Gol tersebut adalah hasil hat-trick dari Di Stefano, serta quat-trick dari Puskas.

    Sementara itu, Gento hadir sebagai pengemas asis untuk Puskas dan Di Stefano. Keberhasilan trio penyerang ini memang membuat nama Puskas, Gento, dan Di Stefano dinobatkan sebagai trisula striker terbaik Liga Champions musim 1959/1960.

    Sepanjang kariernya di Real Madrid, Puskas memang selalu berusaha memberikan penampilan dan kemenangan terbaiknya.

    Selain Liga Champions dan European Cup, Puskas juga membawa pulang satu Copa del Rey dan satu Piala Intercontinental. Di musim terakhirnya tahun 1966 lalu, Puskas memutuskan untuk pensiun.

    Awal Perjalanan Karir Puskas Sebagai Pesepakbola

    Jika kita flashback ke masa lalu, Puskas sebenarnya memulai kariernya di Hungaria, atau lebih tepatnya di ibukota Hungaria yaitu Budapest.

    Budapest Honved FC pun menjadi klub yang berhasil membesarkan namanya sejak awal mula bergabung di tahun 1943. Di klub ini, Puskas melakoni 349 pertandingan yang membuatnya berhasil mencetak 358. Ia kemudian keluar dari Budapest Honved FC pada tahun 1956.

    Tak hanya fokus berkarier di Budapest Honvéd FC, Puskas juga melakoni kariernya di Timnas Hungaria.

    Sepanjang kariernya, ia berhasil mencetak 84 gol dan membawa pulang medali emas pada Olimpiade 1952. Tahun 1945 hingga 1956 pun menjadi masa-masa emas Puskas berkarier sebagai anggota Timnas Hungaria.

    Puskas berhasil membuktikan kehebatannya bukan hanya sebagai pemain, namun juga sebagai pemimpin Timnas Hungaria.

    Gaya kepemimpinannya memang terbilang tegas. Ia tak sungkan untuk berteriak keras di lapangan jika ada anggotanya yang melakukan kesalahan. Bahkan Puskas dengan keras kepalanya akan mengabaikan perintah dari pelatihnya dan memilih untuk menyampaikan pemikirannya saat itu juga.

    Karena kemampuannya, rekan-rekannya pun lebih memilih untuk mempercayai Puskas dibandingkan sang pelatih.

    Satu momen paling diingat adalah saat Puskas menemani Timnas Hungaria melawan Inggris di Stadion Wembley pada 25 November 1953. Saat itu, sebagian besar pemain Hungaria terlihat takut dan tak percaya diri.

    Mereka banyak menghabiskan waktu dengan cara berdiam diri dalam perjalanan ke Stadion Wembley. 

    Melihat hal itu, Puskas mencoba mengembalikan kepercayaan diri rekan-rekannya dengan cara menimang-nimang bola di tengah lapangan.

    Aksi kapten Hungaria ini jelas mencuri perhatian 105.000 penonton yang memadati Stadion Wembley. Tak hanya itu, kepercayaan diri pemain Hungaria langsung naik sedangkan arogansi pemain Inggris seketika pudar.

    Alhasil, Hungaria berhasil menang dengan skor 6-3 atas Inggris. Dua gol yang dicetaknya menjadi bukti bahwa Puskas sukses mengangkat moral Timnas Hungaria.

    Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Puskas melanjutkan kariernya di Real Madrid pada tahun 1958.

    Tak berhenti sampai situ saja, Puskas juga menjalani kariernya di Timnas Spanyol sejak tahun 1961. Tak seperti karier lainnya yang ciamik, di sini kemampuan Puskas justru melemah.

    Setelah usianya memasuki 34 tahun, Puskas menjalani 4 pertandingan namun tak ada satupun gol yang berhasil ia cetak.

    Saat akhirnya berusia 39 tahun, Puskas memutuskan untuk pensiun dari dunia sepak bola. Namun, rupanya ia hanya pensiun sebagai pemain. Puskas melanjutkan kariernya sebagai pelatih di beberapa klub terkenal, terhitung mulai tahun 1967.

    San Francisco Golden Gate Gales, Yunani Panathinaikos, Colo-Colo, Timnas Arab Saudi, South Melbourne Hellas, dan Timnas Hungaria adalah sejumlah nama klub yang dilatih oleh Puskas.

    Untuk Yunani Panathinaikos, Puskas berhasil membawanya masuk ke babak final European Cup pada tahun 1971.

    17 November 2006 lalu, Puskas menghembuskan nafasnya untuk yang terakhir kalinya. Sebagai salah satu pesepak bola terbaik di dunia, Puskas mendapatkan penghormatan bak pahlawan yang dilakukan di Stadion Nasional.

    Tak hanya itu, namanya juga diabadikan menjadi Stadion Puskas Ferenc yang terletak di Budapest, Hungaria.

  • Bobby Charlton, Manchester United dan Tragedi Munich

    Tragedi Munich menyisakan luka mendalam bagi Manchester United dan para penggemarnya.

    Sebanyak delapan pemain muda berbakat menjadi korban kecelakaan yang tak bisa dihindari. Bobby Charlton, salah satu pemain Manchester United yang selamat, menjadi saksi hidup atas tragedi mengerikan tersebut.

    Bobby Charlton Berhasil Selamat dari Tragedi Kecelakaan Pesawat Mengerikan

    6 Februari 1958 menjadi salah satu tanggal paling kelam bagi Manchester United.

    Pesawat Airspeed Ambassador milik British European Airways yang ditumpangi oleh para pemain Manchester United, terjatuh tepat setelah pesawat lepas landas dari Bandara Munich, Jerman.

    Padahal, saat itu Manchester United baru saja dinyatakan lolos ke babak semifinal European Cup setelah menang melawan Red Star Belgrade di Yugoslavia.

    Peristiwa kelam ini bermula saat pesawat akan melakukan perjalanan dari Yugoslavia ke Manchester, Inggris. Saat itu, pesawat melakukan transit di Bandara Munich, Jerman, untuk mengisi bahan bakar.

    Setelah selesai, pesawat mencoba melakukan lepas landas namun terus menerus mengalami kegagalan.

    Hal ini disebabkan kondisi lapangan yang sedang tidak ideal untuk melakukan penerbangan mengingat Munich baru saja mengalami badai salju.

    Meski disarankan untuk bermalam sambil menunggu badai salju mereda, sang pilot menolaknya karena tak ingin ketinggalan jadwal pertandingan selanjutnya. 

    Hingga akhirnya, sang pilot bersikeras terus melakukan upaya lepas landas. Saat melakukannya untuk yang ketiga kalinya, pesawat justru menabrak bangunan dan pagar yang ada di sekitar bandara. Tepat setelah itu, pesawat meledak.

    Sebanyak delapan pemain muda Manchester United turut menjadi korban dari kecelakaan tersebut.

    Mulanya, hanya tujuh pemain yang dinyatakan meninggal dunia di lokasi kejadian. Satu pemain lainnya menyusul setelah dua minggu menjalani perawatan akibat cedera parah yang dialaminya.

    Sembilan pemain serta seorang pelatih Manchester United dinyatakan selamat meskipun harus mengalami perawatan serius selama berminggu-minggu.

    Salah satu pemain yang selamat adalah Bobby Charlton, yang saat itu baru menjalani masa debut 18 bulan. Charlton beruntung karena saat itu berada di kursi belakang pesawat dan diselamatkan oleh Harry Gregg.

    Meski demikian, ia tetap mengalami trauma mendalam atas tragedi mengerikan yang menimpa rekan-rekan seperjuangannya.

    Charlton yang menjadi saksi hidup peristiwa tersebut, mau tak mau tetap harus melanjutkan karirnya di Manchester United.

    Perjalanan Bobby Charlton Bersama Setan Merah dari Inggris

    Sebenarnya Charlton sudah resmi direkrut oleh Manchester United saat berusia 15 tahun.

    Saat itu, kemampuannya dalam bermain sepakbola ditemukan oleh Joe Armstrong, seorang pencari bakat untuk Manchester United. Tak perlu menunggu lama, Charlton langsung mendapatkan kontraknya untuk mulai bergabung dengan Manchester United. 

    Namun, kontrak profesionalnya baru bisa ditandatanganinya saat usia Charlton memasuki 17 tahun, yaitu pada Oktober 1954.

    Setelah bergabung pun Charlton belum bisa langsung bermain dalam pertandingan resmi. Sir Matt Busby selaku sang pelatih, menilai Charlton masih perlu mendapatkan gemblengan kuat dari Jimmy Murphy yang terkenal kegalakan dan ketegasannya dalam melatih.

    Charlton pun memulai masa trialnya dengan cara tinggal di suatu ruangan kecil berisi tempat tidur bermuatan dua orang. Ia berlatih sepenuh hati hingga berubah menjadi pribadi yang lebih kuat dan siap bertanding.

    Perjuangannya tak sia-sia. Charlton mendapatkan kesempatan melakukan debutnya saat Manchester United berhadapan dengan Charlton Athletic pada 6 Oktober 1956.

    Meskipun ini pertandingan perdananya, namun Charlton sudah berhasil mencetak dua gol yang mengantar Manchester United pada kemenangan.

    Tak perlu menunggu waktu lama, Charlton berhasil menjadi salah satu pemain berbakat yang dimiliki Manchester United.

    Ia tergabung dalam anggota Busby Babes, para pemain berbakat di bawah pelatih Sir Matt Busby pada era 50-60an. Hingga akhirnya tragedi mengerikan tersebut terjadi, Charlton pun mengalami keterpurukan mendalam.

    Saat akhirnya bangkit, Charlton berhasil membawa Manchester United kembali bersinar terang. Berkat usaha dan kerja kerasnya, Charlton membawa nama Manchester United menjadi klub top yang Inggris punya.

    Tak hanya itu, Manchester United juga menjadi juara dari Piala FA 1963 serta berkesempatan mendapatkan empat gelar juara Charity Shield. Gelar European Cup pada tahun 1968 pun ikut dibawa pulang Manchester United setelah berhasil mengalahkan Benfica di final.

    Hal ini tentu membanggakan mengingat Manchester United menjadi klub Inggris pertama yang berhasil menjadi juara di European Cup.

    Peran Charlton pun tak tanggung-tanggung karena ia ikut ambil bagian dalam mencetak dua gol kemenangan. Trofi kemenangan diangkatnya tinggi-tinggi sebagai bukti keberhasilannya. Hingga kini, beragam prestasi membanggakan tersebut masih terpampang rapi dalam rak trofi yang ada di Old Trafford.

    Menjadi Pemain Andalan Tim Nasional Inggris dan Memilih Hengkang dari Manchester United

    Selain bermain bersama Manchester United, Charlton juga mendedikasikan dirinya untuk Timnas Inggris sejak tahun 1958. Banyaknya gol yang berhasil dicetaknya membuat Charlton menjadi salah satu pemain andalan Timnas Inggris. 

    Hal ini terbukti dari aksi ciamik yang dilakukan Charlton saat bermain di Piala Dunia 1966. Timnas Inggris berhasil menjadi juara dunia setelah mengalahkan Jerman Barat dalam laga final.

    Sebagai pemain andalan, Charlton berhasil mencetak tiga gol sepanjang turnamen berlangsung.

    Perjuangan Charlton dalam membela Manchester United maupun Timnas Inggris memang tak perlu diragukan lagi. Sebanyak 249 gol dari 758 pertandingan berhasil Charlton berikan untuk Manchester United.

    Banyaknya gol yang dicetak Bobby Charlton membuatnya berhasil mendapatkan rekor salah satu pencetak gol terbanyak bagi Manchester United. 

    Sedangkan untuk Timnas Inggris, tercatat 49 gol yang berhasil Charlton berikan.

    Tak heran jika pada akhirnya kerajaan Inggris sampai memberinya gelar Sir di depan namanya, sehingga namanya kini menjadi Sir Bobby Charlton.

    Tak hanya itu, Charlton juga dinobatkan sebagai salah satu gelandang terbaik di dunia sepanjang masa. Aksi-aksinya yang penuh stamina dan tendangannya yang keras, selalu sukses membuat para kiper ketar-ketir.

    Meskipun banyak menorehkan prestasi membanggakan untuk Manchester United, pada tahun 1973 Charlton memutuskan untuk meninggalkan klub kesayangannya ini.

    Karirnya berakhir setelah 17 musim berkiprah bersama Manchester United. Tepatnya pada 28 April 1973, Charlton mengakhiri karirnya saat Manchester United sedang menjamu Chelsea di Stadion Old Trafford.

    Para penggemar Chelsea bahkan memberikan chant sebagai tanda penghormatan terakhir untuk Charlton.

    Hengkangnya Charlton disinyalir akibat masa-masa suram yang sedang dihadapi Manchester United. Saat itu, Manchester United semakin sulit meraih prestasi-prestasi terbaiknya.

    Manchester United juga mulai kehilangan para pemain terbaik yang selama ini memperkuat kejayaan klub Setan Merah tersebut. 

    Meski demikian, Charlton mengungkapkan alasan lain dari kepergiannya. Ia merasa tubuhnya sudah tidak sebugar dulu untuk membawa Manchester United kembali ke masa jayanya. Kepergian Charlton saat itu membuat masa emas Manchester United seolah sudah berakhir.

  • Keajaiban Kroasia di Piala Dunia

    Spanyol, Prancis, Jerman, Argentina dan Brasil adalah jajaran tim kuat yang digadang-gadang akan menjadi juara Piala Dunia tahun 2018. Namun, diluar dugaan banyak pecinta sepakbola, Kroasia justru berhasil melenggang jauh menjadi salah satu peserta final untuk memperebutkan juara dunia.

    Meski harus takluk di final dari Perancis dan hanya menjadi runner-up, ini adalah prestasi luar biasa Kroasia diluar dugaan banyak pecinta sepakbola. Capaian ini, menjadi kejutan di Piala Dunia yang akan diingat pecinta sepakbola sebagai sejarah.

    Tergabung Bersama Tim Kuat Argentina di Fase Grup

    Kroasia adalah sebuah negara kecil yang ada di benua Eropa, merupakan bagian dari pecahan Yugoslavia yang akhirnya merdeka sebagai sebuah negera pada 8 Oktober 1991.

    Meski diperkuat nama-nama besar seperti Luka Modric, Mario Mandzukicdan Ivan Perisic, peta kekuatan Kroasia diatas kertas masih jauh dibawah tim-tim kuat Eropa lain seperti Inggris, Perancis, Jerman, Spanyol, Belgia dan lainnya. Apalagi jika tim-tim besar lain dari Amerika Latin seperti Brasil dan Argentina dimasukan ke dalam hitungan.

    Tim nasional yang dinahkodai oleh Zlatko Dalic ini, pada fase-fase sebelumnya hanya lolos hingga babak fase grup. Namun di Piala Dunia 2018, mereka mencoba membuktikan bahwasannya Kroasia bukan hanya tim penggembira acara.

    Di babak penyisihan awal, Kroasia tergabung dalam grup D yang terdiri dari Nigeria, Islandia, dan Argentina. Untuk pertandingan awal, Kroasia langsung dihadapkan dengan Nigeria. Sebagai negara yang punya sejarah panjang dengan sepakbola, Nigeria tentu bukan lawan yang bisa dikalahkan dengan mudah.

    Pertandingan pembuka bagi kedua negara difase grup ini diadakan  pada 17 Juni 2018 di Stadion Kaliningrad, Rusia. 

    Kedua tim sebenarnya sempat sama kuatnya di menit-menit awal pertandingan. Namun, ketika memasuki pertengahan babak pertama, pemain Kroasia mencoba memberikan tekanan. Sepak pojok yang diambil oleh Luka Modric langsung mendapatkan sundulan maut dari Ante Rebic di menit 32’.

    Mario Mandzukic menyambutnya yang langsung melaju bebas menjebol gawang Nigeria. Gol yang tercatat sebagai gol bunuh diri tersebut pun membawa skor 1-0 yang terus bertahan hingga babak pertama berakhir.

    Di babak kedua, Nigeria mencoba memberikan serangan balas dendam. Tapi yang terjadi di lapangan, Kroasia tampil semakin garang hingga membuat Nigeria kewalahan.

    Saat mendapatkan tendangan penalti dari pemain Nigeria, Luka Modric justru berhasil mengelabui kiper Nigeria. Alhasil, Kroasia kembali unggul atas Nigeria. Skor akhir 2-0 terus bertahan hingga pertandingan selesai, yang membuat Kroasia berhasil memenangkan pertandingan dan mencuri 3 poin yang berharga.

    Kemenangan atas Nigeria membuat Kroasia mendapatkan sedikit kepercayaan diri. Di pertandingan selanjutnya, Kroasia harus berhadapan dengan lawan tangguh Argentina yang digadang-gadang sebagai tim kuat juara yang diperkuat pemain-pemain bintang Seperti Lionel Messi, Sergio Aguero, Di Maria dan lainnya.

    Di atas kertas, Argentina tentu di favoritkan memenangkan pertandingan ini. Pertandingan penyisihan kedua ini digelar pada 22 Juni 2018 di Stadion Nizhny Novgorod, Rusia.

    Dengan formasi 4-5-1, Kroasia memilih bermain aman sejak peluit tanda dimulainya babak pertama berbunyi. Pertandingan baru berlangsung sengit saat menjelang berakhirnya babak pertama.

    Lionel Messi dan kawan-kawan dengan gencar mencoba mencetak gol, namun masih berhasil digagagalkan para pemain Kroasi hingga akhirnya, skor berakhir imbang 0-0 untuk babak pertama.

    Memasuki babak kedua, Kroasia mulai menunjukkan permainan menyerang. Ante Rebic berhasil menjebol gawang Argentina di menit 53’.

    Luka Modric sebagai andalan tim pun ikut menggempur gawang Argentina di menit 80’, sekaligus menambah keunggulan menjadi 2-0.

    Belum cukup sampai di situ, Ivan Rakitic sebagai pemain andalan Kroasia lainnya juga ikut menjebol gawang Argentina di menit 90’+1’ dan memantapkan keunggulan Kroasia menjadi 3-0. Hingga akhir pertandingan, Argentina tak mampu memberi gol balasan dan terpaksa takluk dengan skor telak 3-0.

    Hasil ini tentu diluar prediksi banyak orang, tim calon kuat juara Argentina hasil takluk dengan 3 gol tanpa balas dari tim kuda hitam Kroasia.

    Dua kemenangan yang berhasil dicapai dalam pertandingan melawan Nigeria dan Argentina, membuat Kroasia semakin percaya diri untuk menyapu bersih semua pertandingan di grup D.

    Pada pertandingan penutup Kroasia harus menghadapi Islandia pada 27 Juni 2018 di Rostov Arena, Rusia. Dalam pertandingan kali ini sang nahkoda, Zlatko Dalic, banyak merotasi pemain untuk mengistirahatkan pemain inti karena sudah dipastikan akan lolos ke babak selanjutnya setelah mengumpulkan 6 poin dari hasil mengalahkan Nigeria dan Argentina.

    Sejak peluit babak pertama berbunyi, kedua tim bersaing sengit untuk saling menggempur pertahanan. Islandia yang tak bisa dipandang remeh ternyata cukup merepotkan jajaran pemain Kroasia. Akibatnya, hingga babak pertama berakhir, skor kedua tim masih imbang 0-0.

    Saat memasuki paruh kedua, Kroasia mulai memberikan tekanan maksimal ke jantung pertahanan Islandia. Alhasil, delapan menit setelah babak kedua dimulai, Milan Baldels berhasil menjebol gawang Islandia yang dijaga oleh Hannes Thor Halldorsson.

    Saat pertandingan memasuki menit 72’, Islandia mendapat kejutan hadiah tendangan penalti setelah bola mengenai tangan pemain Kroasia, Dejan Lovren. Gylfi Sigurdsson sebagai eksekutor sukses memecah kebuntuan sekaligus menyamakan kedudukan menjadi 1-1.

    Kroasia yang tak tinggal diam ternyata memberi kejutan saat memasuki injury time. Ivan Perisic melesatkan tendangan keras yang mengarah ke pojok dan berhasil menjebol gawang Islandia. Alhasil, hingga peluit babak kedua berbunyi, Islandia tak mampu membalas gol dan harus menerima kekalahan dengan skor akhir 2-1.

    Harus Bermain Sampai Babak Adu Pinalti untuk Berebut Tiket ke Semifinal

    Keberhasilan Kroasia menyapu bersih grup D mengantarkan mereka memasuki babak 16 besar. Mereka pun harus berhadapan dengan Denmark, tim penuh kejutan, pada tanggal 2 Juli 2018 di Nizhny Novgorod Stadium, Rusia.

    Saat pertandingan belum genap berjalan satu menit, pemain Denmark yang bernama Mathias Jorgensen langsung menjebol gawang Kroasia yang saat itu dijaga oleh Danijel Subasic. Tak butuh waktu lama, Kroasia sebagai tim tak terkalahkan pada saat itu langsung membalas dengan sebuah gol lewat tendangan voli dari Mandzukic.

    Memasuki babak kedua, Kroasia dan Denmark bersaing sengit. Kroasia yang merasakan kemudahan di tiga lawan sebelumnya, kali ini harus bersusah payah menaklukkan Denmark. Alhasil, hingga babak kedua selesai, tak ada gol yang berhasil tercipta.

    Saat memasuki extra time, persaingan kedua tim benar-benar semakin alot. Akan tetapi, dua babak extra time rupanya belum cukup untuk membuahkan gol bagi kedua tim. Hingga akhirnya, pemenang pertandingan ini harus ditentukan melalui adu penalti.

    Kroasia yang tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan langsung membombardir Denmark dengan gempuran gol melalui titik penalti. Dewi fortuna rupanya sedang memihak pada Kroasia. Alhasil, negara berjuluk Vatreni itu berhasil memenangkan pertandingan dengan skor akhir 3-2.

    Kemenangan atas Denmark membawa Kroasia melaju ke babak perempat final dan harus menghadapi tim tuan rumah yaitu Russia. Kedua tim bertemu tanggal 8 Juli 2018 di Fisht Stadium, Sochi, Rusia.

    Kroasia dan Rusia sama-sama bermain sengit sepanjang pertandingan berlangsung. Russia berhasil mencetak dua gol di menit 31’ dan 115’ berkat duo pemain andalannya, Denis Cheryshev dan Mario Fernandes. Sedangkan Kroasia berhasil menjebol gawang Rusia di menit 39’ dan 101’ lewat sontekan dari Andrej Kramaric dan Domagoj Vida.

    Pertandingan perebutan tiket semifinal ini juga membuat Kroasia harus bersusah payah karna penentuan pemenang harus melalui skema adu penalti.

    Perjuangan mati-matian tim Kroasia akhirnya terbayar tuntas setelah 4 dari 5 penendang pinalti Kroasia, Marcelo Brozovic, Luka Modric, Domagoj Vida, dan Ivan Rakitic berhasil mencetak gol penalti. Sedangkan Rusia hanya berhasil mencetak 3 pinalti dari jatah 5 kesempatan yang diberikan.

    Kroasia pun dinyatakan lolos ke babak semifinal dengan Inggris sebagai lawan bermainnya.

    Berhasil Menang atas Inggris di Semifinal, Namun Harus Puas Sebagai Runner-up

    Perjalanan Kroasia menuju panggung final masih terbuka. Akan tetapi, untuk merebut tikel ke perandingan final, Kroasia harus berhadapan dengan tim unggulan Inggris. Pertemuan keduanya terjadi tanggal 12 Juli 2018 di Stadion Luzhniki, Rusia.

    Sejak awal pertandingan, Inggris tampil dominan hingga memberi kejutan di menit ke lima berupa gol cantik dari bek kanan andalan mereka, Kieran Trippier, yang tak mampu ditepis kiper Kroasia, Dominik Livakovic.

    Tim Kroasia akhirnya berhasil menyaman kedudukan di menit 68’ setelah Ivan Perisic berhasil membobol gawang Inggris yang dijaga ketat oleh Pickford.

    Hasil imbang 1-1 akhirnya memaksa kedua tim untuk bertanding di waktu extra time. Mandzukic yang tidak mau menyiakan kesempatan akhirnya turut andil menjebol gawang Inggris di menit 109’, sekaligus menambah keunggulan Kroasia menjadi 2-1.

    Skor 2-1 bertahan hingga peluit berakhirnya pertandingan berbunyi. Ini artinya, Kroasia berhasil mendapatkan tiket untuk melaju ke babak final Piala Dunia 2018.

    Perjalanan Kroasia ke babak final terasa begitu sulit. Mereka harus berjibaku menghadapi tim-tim papan atas untuk sampai bisa ke titik ini. Bahkan, prestasi Kroasia masuk babak final jadi rekor pertama kalinya dalam sejarah sejak negara tersebut berpartisipasi di Piala Dunia tahun 1998 silam.

    Dalam pertandingan final pun rasanya tak mudah karena Kroasia harus berhadapan dengan tim Prancis yang difavoritkan menjadi memenangkan pertandingan tersebut dan keluar sebagai juara.

    Meskipun begitu, melihat kejutan-kejutan yang dilakukan Rusia pada pertandingan-pertandingan sebelumnya, rasanya terlalu tergesa-gesa untuk langsung menjagoka Perancis di pertandingan yang berlangsung pada 15 Juli 2018  

    Meskipun mendominasi laga, tim Kroasia justru mendapatkan serangan balik-serangan balik efektik yang berbahaya dari Perancis. Pertandingan ini harus berakhir dengan skor 4-2 untuk kemenangan Prancis, sekaligus membuat Perancis keluar sebagai juara Piala Dunia tahun 2018.

    Meski demikian, perjuangan tim Kroasia hingga sampai pertandingan final benar-benar layak berhasil mencuri perhatian banyak pecinta sepakbola. Diluar prediksi banyak orang, tim yang awalnya sebagai tim hiburan ini justru bisa melenggang sampai partai final.

    Capaian ini akan membekas di ingatan pecinta sepakbola dunia, dimana ada tim kuda tim dari sebuah negara kecil bernama Kroasia, berhasil mencatat sejarah hingga masuk ke babak final dan keluar sebagai runner up ajang olahraga paling bergensi di dunia.

  • Uruguay dan Juara Piala Dunia untuk Pertama Kali

    Jika bicara mengenai kejuaraan Piala Dunia sepakbola, belakangan kita cenderung lebih mudah mengingat tim nasional Brasil, Italia, Jerman, Inggris dan Argentina. Banyak bintang besar sepakbola lahir dari negara-negara tersebut.

    Jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut, Uruguay mungkin masih belum sepopuler negara tersebut, meski pada kenyataannya banyak pemain-pemain bintang besar juga lahir dari Uruguay, misalnya Recoba, Diego Forlan, Cavani hingga Luis Suarez.

    Meskipun masih kalah populer dibanding negara-negara sepakbola eropa seperti Inggris, Perancis, Jerman dan Spanyol, ataupun masih kalah populer dengan negara tetanggan satu benua seperti Argentina dan Brasil, kiprah Uruguay di sepakbola dunia tidak bisa dipandang sebelah mata.

    Dalam banyak edisi Piala Dunia yang diselenggarakan, Uruguay hampir selalu bisa menunjukkan performa-performa apik untuk bersaing dengan negara-negara kuat sepakbola tersebut. Bahkan fakta menariknya adalah, Uruguay merupakan juara pertama Piala Dunia dalam sejarah.

    Piala Dunia Sepakbola Diselenggarakan Pertama Kali untuk Mempertemukan Banyak Negara

    Tahun 1930 menjadi tahun bersejarah bagi perhelatan Piala Dunia. Untuk pertama kalinya, pertandingan yang menjadi ajang sepak bola paling bergengsi di dunia ini digelar. Uruguay, sebuah negara kecil di Amerika Latin, ditunjuk sebagai tuan rumah pertandingan akbar tersebut.

    Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat saat itu Uruguay baru saja mempertahankan gelar juara sepak bola di Olimpiade Amsterdam 1928.

    Piala Dunia pertama ini  diselenggarakan selama 18 hari terhitung dari tanggal 13-30 Juli 1930. Diikuti oleh 13 negara, ajang sepak bola ini terbagi dalam empat grup. 

    Grup pertama terdiri dari Argentina, Chili, Perancis, dan Meksiko. Grup kedua terdiri dari Yugoslavia, Brazil, dan Bolivia. Grup ketiga terdiri dari Uruguay, Rumania, dan Peru. Sedangkan grup terakhir terdiri dari Amerika Serikat, Paraguay, dan juga Belgia.

    Berdasarkan aturan dari FIFA, Piala Dunia saat itu tak melewati fase kualifikasi. Masing-masing juara dari setiap grup otomatis akan langsung lolos ke babak semifinal. Dari masing-masing grup tersebut, lahirlah empat tim jagoan yaitu Uruguay, Yugoslavia, Argentina, dan Amerika Serikat.

    Maju ke Final Dengan Kemenangan Meyakinkan di Fase Grup dan Semifinal

    Sebagai tuan rumah, Uruguay memastikan diri lolos ke babak semifinal setelah menang telak 4-0 atas Rumania. Gol dari Pablo Dorado, Hector Scarone, Peregrino Anselmo, dan juga Jose Pedro Cea menjadi pengantar kemenangan besar tersebut. Di pertandingan sebelumnya, Uruguay mengalahkan Peru dengan skor akhir 1-0 berkat gol tunggal Hector Castro.

    Di babak semifinal Uruguay harus bertemu dengan Yugoslavia, juara dari grup 2, yang baru saja mengalahkan Brasil dengan skor 2-1 dan Bolivia dengan skor 4-0. Gol ciamik dari Ivan Bek, Blagoje Marjanovic, serta Dorde Vujadinovic menjadikan bukti bahwa tim nasional Yugoslavia bukanlah tim kaleng-kaleng.

    Meski demikian, kekuatan Yugoslavia saat memporak-porandakan grup 2 tak lantas membuat nyali tim nasional Uruguay ciut. Dalam pertandingan yang berlangsung 27 Juli 1930 di Estadio Centenario, Montevideo, tim Uruguay berjuang mati-matian untuk mendapatkan tiket menuju final Piala Dunia.

    Yugoslavia yang sebelumnya tampil garang dan penuh percaya diri, kali ini harus gigit jari karena dibantai oleh tim Uruguay

    Di menit awal pembuka, Yugoslavia memang berhasil mencetak gol dari Vujadinovic. Tapi siapa sangka, gol tersebut justru membuat tim Uruguay langsung bangkit dan terpacu untuk membalikkan keadaan.

    Satu gol balasan dari Jose Pedro langsung dicetak di menit 18’. Tak berhenti sampai di situ, Jose Pedro kembali mencetak gol di menit 67’ dan 72’. Peregrino Anselmo dan Santos Iriarte pun ikut menyumbang gol yang semakin menggempur pertahanan diri Yugoslavia.

    Pada akhirnya, Yugoslavia harus tersingkir dalam perebutan tiket ke final setelah kalah dari Uruguay dengan skor akhir 6-1.

    Memperebutkan Gelar Juara Bersama Dengan Raksasa Sepabola Amerika Latin Lainnya

    Di partai semifinal yang lain, Argentina dipertemukan dengan Amerika Serikat pada 26 Juli 1930.

    Argentina berhasil menggempur habis-habisan Amerika Serikat dengan serangkaian gol ciamik yang langsung membuat para pemain Amerika Serikat mati kutu. Alhasil, Argentina pun mendapatkan kesempatan untuk melaju ke pertandingan final.

    tim nasional Uruguay dan Argentina pun dipertemukan dalam pertandingan final untuk memperubatkan gelar juara dunia.

    Pertandingan ini bukan hanya sekedar final biasa bagi Uruguay, namun juga ajang untuk kembali membuktikan diri tim Uruguay. Mengingat status Uruguay saat itu sebagai tuan rumah sekaligus juara dari Olimpiade 1928 untuk cabang sepakbola.

    Bagaimanapun, ini menjadi beban tersendiri bagi tim nasional Uruguay, apalagi disaksikan langsung oleh para warga Uruguay yang menantikan kemenangan.

    Pertandingan final ini pun digelar tanggal 30 Juli 1930 pukul 14.15 waktu setempat di Estadio Centenario, Montevideo. Pertandingan bersejarah ini disaksikan oleh 68.346 penonton yang siap menjadi saksi sejarah kemenangan pertama Piala Dunia.

    Pertandingan langsung berjalan panas sejak peluit tanda permainan dimulai, dibunyikan.

    Tanpa menunggu waktu lama, pemain Uruguay, Pablo Dorado, langsung menjebol gawang Argentina di menit 12’. Seperti mendapatkan cambukan keras, tim Argentina langsung membalas lewat tendangan keras dari Carlos Peucelle dan Guillermo Stabile. Alhasil, Argentina unggul di babak pertama dengan skor 2-1.

    Memasuki babak kedua, Uruguay mengatur strategi untuk membalikkan keadaan. Sejak awal, Uruguay terus memberikan serangan sengit. Gol dari Jose Pedro pun berhasil menjebol gawang Argentina.

    Skor pertandingan menjadi imbang, membuat Uruguay yakin bisa memenangkan pertandingan. Terbukti, memasuki menit ke 68’ tendangan Santos Iriarte berhasil menjebol gawang Argentina.

    Tak berhenti sampai di situ saja, Uruguay kembali mencetak gol spektakuler di menit 89’. Kali ini, sundulan maut dari Hector Castro berhasil membuat Uruguay unggul dua gol dan hampir pasti mengunci kemenangan.

    Dua gol ciamik ini  juga disambut meriah oleh para pendukung Uruguay yang menantikan kemenangan tim kesayangannya.

    Gol dari Hector Castro pun menjadi penutup pertandingan final dari dua negera Amerika Latin di Piala Dunia 1930. Uruguay dinobatkan sebagai juara pertama dalam sejarah Piala Dunia. Uruguay berhasil membuktikan bahwa tim mereka pantas untuk bersanding dengan tim hebat dari negara-negara lainnya.

    Memilih Absen di Dua Piala Dunia Selanjutnya Sebagai Bantuk Protes Balik Terhadap Negara Eropa

    Di Piala Dunia tahun-tahun berikutnya (tahun 1934 dan 1938), Uruguay menolak untuk berpartisipasi dalam pertandingan. Meskipun menyandang status sebagai juara bertahan dan jadi tim yang diunggulkan, nyatanya Uruguay enggan berpartisipasi.

    Hal ini karena Uruguay melakukan aksi boikot balik. Karena sebelumnya, beberapa negara Eropa enggan berpartisipasi di ajang Piala Dunia yang diadakan di benua Amerika Selatan, kali ini Uruguay membalasnya. Mereka pun berbalik enggan berpartisipasi di Piala Dunia yang diadakan di Italia dan Prancis. 

    Tim nasional Uruguay baru kembali berpartisipasi di ajang Piala Dunia 1950 yang diadakan di Brasil. Hebatnya, Uruguay berhasil kembali menjadi juara meskipun sebelumnya absen dua kali. 

    Piala Dunia yang digelar pertama kali di Uruguay menjadi cikal bakal kompetisi sepak bola antar negara dan masih berlanjut sampai saat ini. Ajang paling bergengsi di dunia ini selalu ditunggu banyak penggemar.

  • Menanti Kejutan Sepakbola Korea Selatan

    Bagi sebagian masyarakat dunia, Korea Selatan mungkin lebih dikenal dengan kultur-kultur pop lewat drama korea atau musik k-pop, bagi sebagian lain, mungkin lebih mengenal Korea Selatan lewat perusahaan-perusahaan teknologi besarnya seperti Samsung, Hyundai dan lain-lain.

    Di sisi yang lain, sebenarnya ada cerita-cerita beberapa orang yang mencintai sepak bola dari Korea Selatan, mencoba menarik perhatian pecinta sepakbola dunia dan mencatat sejarah bagi sepakbola Asia.

    Berhasil Menjadi Keluar Sebagai Juara dari Grup Dengan Persaingan Ketat

    Mulanya, tim nasional sepak bola Korea Selatan memang tak terlihat menonjol. Sejak awal diadakannya Piala Dunia, namanya tak ada dalam daftar negara pemain. Pernah hanya sekali tampil di tahun 1954, itupun hanya lolos hingga fase grup dan berakhir di posisi 16. Setelah itu Korea Selatan selalu absen.

    Hingga akhirnya di tahun 1986, Korea Selatan kembali memasuki fase grup. Tahun-tahun berikutnya (1990, 1994, 1998) pun sama, Korea Selatan hanya mampu bersaing hingga masuk fase grup. Sedikit demi sedikit memang mulai ada perubahan untuk sepakbola Korea Selatan, meski belum signifikan.

    Namun siapa sangka, saat Piala Dunia tahun 2002 keadaan langsung berbalik total. Jika di edisi-edisi sebelumnya, Korea Selatan hanya selalu gugur di fase grup, pada Piala dunia tahun 2022 mereka justru berhasil melanggeng jauh hingga babak semifinal.

    Hal ini berada diluar prediksi banyak orang.

    Sebelum Piala Dunia dimulai, Korea Selatan yang saat itu juga menjadi tuan rumah bersama dengan Jepang memang melakukan persiapan yang cukup matang untuk edisi Piala Dunia tersebut. Guus Hiddink, pelatih terkenal asal Belanda yang malang melintang di berbagai klub top Eropa ditunjuk sebagai pelatih berpengalaman yang akan menukangi tim.

    Di fase grup, Jepang mendapati ujian yang cukup berat karena saat itu Korea Selatan harus menempati grup yang berisi tim kuat seperti Amerika Serikat, Polandia, dan Portugal. 

    Dengan komposisi ini, tentu Korea Selatan tidak menjadi tim favorit yang akan lolos ke fase selanjutnya, karena mengingat  pada edisi-edisi Piala Dunia sebelumnya, Korea Selatan belum pernah lolos ke babak 16 besar.

    Diluar dugaan, di fase grup ternyata Korea Selatan langsung mengalahkan Polandia dengan skor akhir 2-0. Pada pertandingan selanjutnya, Korea Selatan berhasil menahan imbang Amerika Serikat dengan skor akhir 1-1.

    Terakhir, tim kuat Portugal juga takluk atas Korea Selatan dengan skor akhir 1-0. Dengan demikian, Korea Selatan langsung lolos ke fase gugur dengan raihan 7 poin. Memuncaki klasemen, unggul 3 poin dari Amerika Serikat yang berada pada peringat kedua.

    Menjadi Tim Asia Pertama yang Melanggeng Hingga ke Babak Semifinal Piala Dunia

    Perjuangan Korea Selatan belum selesai, justru baru saja dimulai. Di babak 16 besar, mereka langsung dihadapkan dengan tim nasional Italia yang terkenal langganan juara. Nama-nama besar seperti Totti, Paolo Maldini, serta Buffon pun menghantui langkah Korea Selatan untuk mengalahkan Italia. 

    Namun siapa sangka, Italia justru berhasil dikalahkan. Skor akhir 2-1 jadi saksi kehebatan tim nasional Korea Selatan hari itu.

    Di babak perempat final, Korea Selatan berhadapan dengan kekuatan sepakbola Eropa lainnya, Spanyol. Adu penalti menyelamatkan Korea Selatan hingga akhirnya mampu melaju ke babak semifinal.

    Masuknya Korea Selatan dalam babak semifinal menjadi raihan terbaik tim nasional sepakbola asal Asia yang belum terpecahkan hingga saat ini. Capaian ini, membuat seluruh masyarakat Asia ikut bangga, mengingat biasanya sepakbola Asia selalu berada dibawah tim nasional dari Eropa, Amerika Latin, hingga Afrika.

    Di babak semifinal, Korea Selatan dihadapkan dengan Jerman. Namun sayang, langkahnya berhenti karena kalah skor 0-1. Gol tunggal dari Michael Ballack membuat mimpi Korea Selatan untuk melangkah ke partai puncak Piala Dunia terhenti. Alhasil, Korea Selatan hanya mampu menduduki peringkat ke-4.

    Perjalanan Korea Selatan di Edisi-Edisi Piala Dunia Selanjutnya

    Kegagalan Korea Selatan mencapai babak final tak lantas membuat semangat mereka padam begitu saja. Mereka terus berusaha memberikan hasil terbaik di Piala Dunia tahun-tahun berikutnya.

    Piala Dunia tahun 2006 lalu, Korea Selatan berhasil mewakili Asia dengan prestasi terbaiknya. Sayangnya, mereka hanya lolos hingga fase grup. Rupanya Swiss berhasil menggagalkan Korea Selatan saat tanding di pertandingan terakhir fase grup. Padahal saat itu Korea Selatan hanya butuh hasil seri dari Swiss, mengingat di pertandingan awal mereka sudah mengumpulkan 4 poin. 

    Empat tahun kemudian, Korea Selatan berhasil mencapai babak 16 besar Piala Dunia 2010. Mereka berhadapan dengan Uruguay, namun harus kalah dengan skor akhir 1-2. Meski sempat tampil ciamik, Korea Selatan belum berhasil mengalahkan Uruguay. Gol Luis Suarez di 10 menit terakhir juga menjadi salah satu penyebab kekalahan Korea Selatan.

    Saat Piala Dunia 2014 berlangsung, tak ada perwakilan negara dari Asia yang berhasil meraih kemenangan. Korea Selatan pun lagi-lagi hanya lolos sampai babak fase grup.

    Meski berhasil mengalahkan Rusia, namun mereka gagal mengalahkan Aljazair dan Belgia. Fase grup pun menjadi langkah terakhir Korea Selatan saat itu. Bagaimanapun, Korea Selatan menjadi negara terbaik di Asia yang mewakili Piala Dunia 2014. 

    Terakhir, saat berlangsungnya Piala Dunia tahun 2018 lalu. Lagi-lagi Korea Selatan gagal lolos ke fase grup. Padahal, saat itu Korea Selatan berhasil mengalahkan Jerman, yang merupakan tim juara edisi Piala Dunia.

    Hasil ini membuat Korea Selatan gagal masuk ke babak 16 besar. 

    Menanti Kejutan-Kejutan Sepakbola Korea Selatan Selanjutnya

    Korea Selatan berhasil mematahkan stigma bahwa sepak bola Asia tak lebih baik daripada sepak bola milik Eropa, Amerika Latin, dan juga Afrika. Meskipun negara-negara tersebut memiliki sejumlah nama besar yang bisa menciutkan nyali, nyatanya Korea Selatan justru melenggang bebas hingga babak 16 besar.

    Meski akhirnya, Korea Selatan harus tersingkir di babak 16 besar karena kalah 4-1 dari tim kuat juara saat itu, Brasil.

    Untuk level sepakbola Asia, tim nasional Korea Selatan bisa dibilang cukup sukses. Berdasarkan peringkat FIFA pada Oktober 2022, tim nasional sepak bola Korea Selatan ada di peringkat ke-28 dunia. Hanya berada dibawah Iran dan Jepang sebagai sesama negara Asia.

    Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, sepakbola Korea Selatan terus tumbuh ke arah yang lebih baik, hal ini bisa dilihat dari banyaknya pemain sepakbola asal Korea Selatan yang bermain di klub-klub top Eropa, misalnya seperti Son Heung-min, Hwang Hee-chan, Kim-min Jae dan lainnya.

    Dengan ini bukan tidak mungkin Korea Selatan bisa memberikan perlawanan kepada tim-tim sepakbola kuat Eropa, Amerika Latin dan Afrika. Jadi, mari kita tunggu kejutan-kejutan Korea Selatan selanjutnya!

  • Inggris, Penemu Sepakbola Modern

    Jika mendengar sepak bola, kemungkinan besar yang muncul pertama kali di benak pecinta sepak bola dunia adalah Brasil. 

    Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat sejarah penjang raihan-raihan Brasil di pentas sepak bola dunia, baik raihan tim nasional Brasil di ajang-ajang sepabkola populer seperti Piala Dunia, maupun raihan-raihan individu legenda-legenda sepak bola asal Brasil di kancah sepak bola internasional.

    Sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia, penduduk Brasil sangat mendewakan sepak bola. Tak hanya itu, banyak pesepakbola hebat yang lahir di Brasil. Sebut saja Pele, Ronaldinho, Kaka, Socrates, Zico, Ronaldo, Romario, Neymar, serta Rivaldo menjadi betapa banyak pemain besar lahir dari Brasil.

    Namun, jika ditilik lebih dalam, sebenarnya Inggris punya cerita yang lebih jauh dan panjang tentang sepak bola.

    Sejarah Panjang Permainan Sepakbola di Berbagai Negara

    Jika kita menilik lebih jauh, maka akan menemukan fakta bahwa sebenarnya sepak bola sudah dimainkan sejak tahun 2500 sebelum masehi.

    Saat itu beberapa negara seperti Tiongkok, Mesir, dan Italia bermain sepak bola di Mesir. Mereka memainkan bola yang terbuat dari linen, yang kemudian ditambah dengan kulit atau usus agar daya pantulnya bisa lebih tinggi. Sayangnya, sepak bola tersebut belum memiliki aturan yang jelas. Alhasil, permainannya pun cenderung berantakan.

    Sejarah lain mengatakan sepak bola sudah populer di China pada abad ke-2 hingga ke-3, tepatnya 255-206 sebelum masehi. Orang-orang di sana memainkan bola yang terbuat dari kulit dengan jaring kecil yang dikenal dengan nama Tsu Chu.

    Tsu artinya menerjang bola dengan kaki, sedangkan Chu artinya bola dari kulit yang ada isinya. 

    Namun, sepak bola di China awalnya justru dijadikan ajang untuk melatih fisik para tentara pada zaman Chun Qiu Zhan Guo.

    Tak hanya China, Yunani pun menerapkan konsep yang sama. Tepatnya sejak tahun 800 SM, Yunani memainkan sepak bola yang dikenal dengan nama Episkyros yang artinya ‘bola umum’. Tujuannya sama; untuk melatih fisik para prajurit kerajaan. 

    Permainannya melibatkan dua tim yang saling memperebutkan satu bola. Bedanya, pemain Episkyros boleh menggunakan tangan saat bermain. Maka dari itu tak heran jika permainan bisa berlangsung keras dan cenderung brutal.

    Namun, ada juga yang mengatakan bahwa sepak bola pernah dimainkan di Roma. Sama seperti sebelumnya, aturan yang ada belum jelas sehingga permainan berakhir kacau. Tak hanya itu, nyawa pun ikut terenggut jika sepak bola sudah dimainkan.

    Inggris, Negara Penemu Sepakbola Modern untuk Pertama Kali

    Memasuki abad ke-14, sepak bola mulai masuk ke Inggris. Olahraga ini menjadi sangat populer di kalangan masyarakat. 

    Namun, rupanya Raja Edward III melarangnya. Ia menganggap sepak bola adalah olahraga penuh kekerasan dan tindakan brutal. Saat pada akhirnya Raja Edward III mulai mengizinkan, Ratu Elizabeth justru melarangnya. Tak hanya melarang, Ratu Elizabeth juga memberikan sanksi berupa penjara bagi mereka yang masih bermain sepak bola.

    Hingga akhirnya tahun 1680, Charles II mencabut larangan tersebut sehingga orang-orang bisa kembali bermain sepak bola. Saat itu, sepak bola bisa dimainkan dengan jumlah pemain yang tak terbatas. Lagi-lagi tak ada aturan yang jelas, pemain hanya tak boleh mengarah pada kekerasan. Siapa saja boleh ikut dalam olahraga ini. Akibatnya, kerusuhan terus saja terjadi tanpa terkendali.

    Tahun demi tahun berlalu, hingga akhirnya masuk ke paruh kedua tahun 1800-an. Tahun tersebut adalah tahun mulai munculnya sepak bola modern dengan peraturan yang semakin diperbarui.

    Mulanya, peraturan permainan masih saja berbeda, hingga akhirnya dibuat satu set peraturan yang dikukuhkan oleh Sheffield FC, klub tertua di dunia, pada tahun 1857.

    Sayangnya, penerapannya masih saja berbeda-beda. Contohnya saja aturan Cambridge yang berbeda dengan aturan Sheffield. Beda tempat beda aturan, sehingga benar-benar menimbulkan kebingungan dan ketidaksepahaman antar pemain.

    Peraturan pun semakin dimasak matang-matang. Hingga akhirnya pada tahun 1863, satu peraturan disepakati. Beberapa klub yang tergabung dalam 12 tim di London adalah orang-orang yang menyepakatinya. Mereka kebanyakan adalah mahasiswa Cambridge University yang peduli pada perkembangan sepak bola. 

    Berdirinya Asosiasi dan Federasi Sepakbola Resmi Dunia

    Namun tentu saja peraturan tersebut tak langsung disepakati semua orang mengingat masih ada yang ingin bermain sepak bola dengan peraturan sendiri.

    Alhasil, pertandingan masih saja berlangsung tanpa aturan yang sama. Akhirnya dibuatlah International Football Association Board (IFAB) pada tahun 1886 yang bertujuan mempertajam peraturan. 17 peraturan pun disahkan sehingga aturan semakin terlihat lebih jelas.

    Tak hanya itu, mereka juga membuat asosiasi sepak bola Inggris yang kemudian dikenal dengan Football Association (FA). Diadakan juga turnamen sepak bola pertama yang disebut dengan FA Cup. Momen inilah yang membuat Inggris mulai dikenal sebagai negara yang pertama kali membuat beragam peraturan untuk sepak bola.

    Beredarnya kabar persetujuan peraturan sepak bola pun mulai menyebar ke banyak negara di Eropa seperti Belanda, Spanyol, Prancis, serta Swedia.

    Tak disangka, ternyata semakin banyak yang menjadi penikmat sepak bola. Tak nanggung-nanggung, penikmatnya bahkan sampai kancah internasional.

    Maka dari itu, dibuatlah federasi sepak bola dari beberapa negara yang dikenal dengan nama Federation Internationale de Football Association (FIFA) pada 21 Mei 1904 di Paris, Prancis. Negara-negara tersebut adalah Prancis, Belgia, Belanda, Denmark, Swiss, Spanyol, dan juga Swedia.

    Sejak adanya FIFA, harus diakui perkembangan sepak bola semakin pesat. Mulai banyak dibangun sistem dan struktur yang ditujukan untuk mendukung kompetisi yang berlangsung.

    Berbagai liga dan kejuaraan pun mulai diselenggarakan, mulai dari tingkat nasional, kontinental, hingga dunia. Salah satunya adalah Piala Dunia yang pertama kali diadakan di Uruguay pada tahun 1930.

    Seiring berkembangnya waktu dari masa ke masa, tentu semakin banyak perubahan peraturan yang terjadi. Namun, pada dasarnya peraturan sepak bola tetap mengacu pada konstitusi dan tujuan awal yang disepakati bersama.

    IFAB masih menjadi penjaga dari Laws of the Game, sementara FIFA masih menaungi jalannya sepak bola dunia. Begitu pun dengan Inggris, akan selalu punya peran besar dalam berdirinya sepak bola meskipun bukan penemu ‘asli’ dari sepak bola.

  • Tangan Tuhan Maradona dan Luis Suarez

    Piala Dunia, sebagai salah satu ajang olahraga paling bergengsi di dunia, banyak melahirkan momen kontroversi yang bersejarah.

    Dua dari sekian banyak momen yang paling diingat oleh pecinta sepakbola adalah momen dimana Maradona mencetak gol menggunakan tangannya, kejadian ini kemudian dikenal dengan gol tangan tuhan. Lebih dari dua dekade setelahnya, kontroversi yang heroik serupa juga dilakukan Luis Suarez untuk menyelamatkan Uruguay.

    Goal Tangan Tuhan Diego Maradona yang Melegenda

    Sejak pertama kali digelar pada tahun 1930, Piala Dunia selalu berhasil menciptakan momen-momen bersejarah yang membekas bagi para pecinta sepakbola. Salah satunya adalah Gol Tangan Tuhan yang dilakukan oleh legenda sepak bola asal Argentina, Diego Armando Maradona Franco.

    Kejadian ini membuat namanya semakin menempel di kepala pecinta sepakbola dunia, selain kemampuan-kemampuannya diatas lapangan yang memang mampu menyihir pecinta sepakbola.

    Peristiwa tersebut berlangsung tepatnya 22 Juni 1986 saat Piala Dunia diadakan di Meksiko. Saat itu, timnas Argentina berhadapan dengan timnas Inggris dalam pertandingan babak perempat final, memperebutkan satu tiket untuk melaju ke babak selanjutnya.

    Kejadian menarik mulai terjadi saat memasuki menit ke-51. Saat itu, Maradona melakukan umpan satu dua yang langsung disambung dengan sepakan dari rekan satu negaranya, Jorge Valdano, yang mengarah ke kotak penalti dari pertahanan timnas Inggris.

    Tanpa diduga, bola tersebut justru diteruskan oleh pemain belakang Inggris. Bola pun melambung tinggi ke arah gawang tim Inggris.

    Melihat hal tersebut, Maradona yang saat itu berada di area pertahanan Inggris langsung sigap berlari mengejar bola. Ia melompat dan dengan kesadaran diri penuh meninju bola ke arah gawang Inggris. Bola tersebut berhasil melewati kiper timnas Inggris, Peter Shilton, dan masuk ke dalam gawang.

    Meski Maradona mencetak gol tersebut dengan tangannya, bagian tubuh yang tidak boleh digunakan oleh pemain sepak bola saat bola sedang dimainkan, wasit justru mengganggap gol tersebut sebagai gol yang sah, bukan handball.

    Berkat gol tersebut, Argentina memimpin pertandingan dengan skor 1-0.

    Tim nasional Inggris jelas tidak menerima keputusan tersebut begitu saja, pemain Inggris melemparkan protes kepada wasit yang sedang bertugas. Namun protes tersebut tak membuahkan apapun, wasit tetap memutuskan mengesahkan gol kontroversial tersebut.

    Berkat sumbangsih gol kontroversial dari tangan Maradona melalui tanggannya tersebut,  Argentina mampu memenangkan pertandingan dengan skor akhir 2-1, sekaligus merebut tiket untuk melaju ke babak semifinal dari tim nasional Inggris.

    Pada akhirnya, di edisi Piala Dunia tahun 1986 tersebut Argentina keluar sebagai juara setelah di partai final mereka mengalahkan tim nasional Jerman Barat dengan skor meyakinkan 3-0. Pada partai semifinal sebelumnya, Argentina berhasil unggul atas tim nasonal Belgia 2-0.

    Capaian Argentina meraih juara dunia tersebut tentu menimbulkan banyak perdebatan dan kontroversi.

    Meski begitu, Maradona justru berpandangan bahwa gol tersebut merupakan sebuah trik atau tipu daya. Ia tetap bersikeras bahwa itu bukanlah sebuah kecurangan. Menurutnya, itu adalah gol yang dicetak dengan campur tangan Tuhan. Itulah mengapa gol kontroversial tersebut disebut gol tangan tuhan.

    Selang beberapa tahun kemudian, Maradona mengaku bahwa gol tersebut bukan kebetulan belaka. Rupanya sebelum pertandingan, Maradona sudah banyak mempelajari tipe permainan Inggris. Contohnya saat Kenny Sansom memberinya bola secara ‘cuma-cuma’, Maradona sudah memprediksi bahwa setelahnya Kenny Sansom akan melakukan back pass ke kiper.

    Tak heran jika pada akhirnya ia bisa memanfaatkan situasi untuk melangsungkan gol kontroversial tersebut.

    Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan BBC Sports, Maradona menjelaskan makna gol tangan tuhan dihadapan Gary Lineker, salah satu pemain Inggris.

    Maradona mengaku bahwa bola tersebut memang menyentuh tangannya. Namun saat ia mulai berlari ke belakang untuk merayakan gol, Maradona mengetahui bahwa kiper dan wasit tak menyadari kecurangan yang dilakukannya. Posisinya benar-benar ada dalam posisi tidak ideal untuk memantau insiden tersebut. 

    Ditambah lagi teknologi yang saat itu belum maju, belum ada virtual assistant referee, tentu itu jadi momen menguntungkan bagi Maradona.

    Tangan Tuhan Lain di Piala Dunia yang Dititipkan ke Luis Suarez

    Masih bicara soal Tangan Tuhan, ada kejadian serupa yang terjadi di Piala Dunia tahun 2010 yang saat itu diadakan di Afrika Selatan. Kali ini, pemeran utamanya adalah Luis Suarez.

    Saat itu, Suarez membela negaranya, tim nasional Uruguay yang harus berhadapan dengan tim nasional Ghana dalam pertandingan babak perempat final atau delapan besar.

    Mulanya, pertandingan berjalan lancar. Ghana unggul di menit-menit terakhir babak pertama setelah tendangan Sulley Muntari berhasil menjebok gawang Uruguay yang dikawal oleh Muslera.

    Setelah turun minum, Uruguay pun mulai bangkit di babak kedua. Sebuah tendangan bebas dari Diego Forlan berhasil membuat skor imbang 1-1. Pertandingan pun mau tak mau dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu.

    Di babak perpanjangan waktu, pertandingan berlangsung lebih sengit, kedua negara bertarung habis-habisan untuk memperebutkan satu tiket semifinal.

    Ghana mendapatkan kesempatan melakukan tendangan bebas pada menit ke-120. Ini jelas menjadi momen menguntungkan mengingat jika berhasil berbuah gol, satu kaki Ghana sudah berada babak semifinal, apalagi mengingat waktu yang sudah masuk akhir waktu normal babak perpanjangan waktu.

    Kemudian kontroversi terjadi pada pertandingan tersebut. Suarez melakukan sebuah penyelamatan kontroversial yang membuat mimpi Ghana padam begitu saja.

    Saat itu John Paintsil sedang melakukan tendangan bebasnya. Prince Boateng menyambut bola tersebut, lalu meneruskannya ke Jonathan Mensah dan Stephen Appiah.

    Sayangnya, tendangan Appiah justru diblok oleh Suarez tepat di garis gawang. Bola pun disambar oleh sundulan Dominic Adiyiah hingga hampir masuk ke gawang Uruguay. Kemelut terjadi di depan gawang Uruguay. Kiper Uruguay yang saat itu tidak sedang dalam posisi yang menguntungkan untuk menghadang bola tersebut.

    Dalam kondisi ini Ghana mempunyai kesempatan yang cukup besar untuk mencetak gol dan merebut tiket ke babak selanjutnya.

    Namun sayang, sundulan Dominic Adiyiah yang sudah mengarah ke gawang, justru digagalkan oleh Suarez di tepat sebelum bola melewati garis gawang. Penyelamatan ini sangat kontrovesial karena ia menggunakan tangannya untuk mencegah bola tersebut masuk ke gawang Uruguay.

    Ghana gagal mencetak gol. Suarez menjadi penyelamat Uruguay, meski saat yang bersamaan ia juga diusir oleh wasit dari lapangan. Suarez terpaksa harus menyelesaikan pertandingan sebelum peluit benar-benar berakhir, ia kemudian menyaksikan tendangan penalti Ghana sebelum masuk ke ruang ganti.

    Meski gol Ghana digagalkan oleh Suarez dengan cara yang kontroversial, sesuai dengan peraturan pertandingan, Ghana mendapat hadiah pinalti, sekaligus sebagai hukuman bagi Uruguay karena pemainnya melakukan pelanggaran pertandingan.

    Gyan Asamoah mengambil tendangan pinalti tersebut. Namun sial, tendangan Asamoah ternyata membentur mistar dan akhirnya gagal berubah menjadi gol. Kegagalan ini membuat skor 2-1 Ghana gagal tercipta.

    Suarez yang saat itu masih di pinggir lapangan merayakan kegagalan Ghana mencetak gol lewat titik putih. Uruguay akhirnya berhasil lolos ke babak semifinal setelah pertandingan dilanjut lewat babak adu penalti.

    Hasil pertandingan ini menjadi hasil yang luar biasa bagi Uruguay, namun sebaliknya bagi Ghana.

    Ghana yang menjadi harapan satu-satunya bagi Afrika, justru gugur karena penyelamatan kontroversial Suarez. Bagi pendukung tim Uruguay, Suarez melakukan penyelamatan bak seorang pahlawan.

    Sama seperti gol Maradonna yang disebut sebagai gol tangan tuhan, bagi pendukung tim nasional Uruguay, penyelamatan yang Suarez lakukan adalah penyelamatan tangan tuhan.

    Namun sebaliknya bagi pendukung tim nasional Ghana. Milovan Rajevac selaku pelatih Ghana mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Suarez tak pantas membuatnya disebut sebagai pahlawan.

    Dua hal kontroversial yang terjadi dalam sejarah Piala Dunia ini menjadi sejarah yang akan selalu diingat oleh banyak pecinta sepak bola dunia. Peristiwa ini yang membuat sepak bola menjadi lebih menarik.

  • Pele, Sang Legenda Peraih Piala Dunia Terbanyak

    Bicara soal Piala Dunia, pasti tak bisa lepas dari nama Pele. Selain sebagai legenda pemain sepak bola terbaik sepanjang masa, Pele juga dikenal sebagai peraih piala dunia terbanyak yang belum terpecahkan sampai saat ini.

    Perjalanan Awal Sang Legenda yang Tidak Berkemewahan

    Namanya Edson Arantes do Nascimento, namun lebih sering dikenal dengan nama Pele. Bukan tanpa alasan, karena sesungguhnya nama tersebut merupakan nama ejekan dari teman-teman sekolahnya. Pele benar-benar tak menyukai nama tersebut, sampai pernah terlibat baku hantam saking kesalnya.

    Pele lahir dari pasangan Joao Ramos dan Dona Celeste Arantes. Masa kecilnya bisa dibilang kurang beruntung karena harus bertahan hidup di tengah kemiskinan.

    Meski demikian, Pele bukanlah orang yang pantang menyerah. Ia mulai memanfaatkan apa saja yang ada untuk melatih bakat dasarnya. Misalnya saja, ia memanfaatkan gulungan kain sebagai bola buatan untuk berlatih.

    Tahun 1952, Pele akhirnya bisa bergabung dengan klub lokal. Kondisinya yang tak memungkinkan membuatnya terpaksa berlatih dengan sepatu yang terbuat dari koran bekas yang dikaitkan ke kakinya.

    Usahanya tak mengkhianati hasil. Memasuki usia remaja di tahun 1956, Pele bertemu dengan Waldemar de Brito yang saat itu sedang melatih tim nasional sepak bola Brasil. Tanpa ragu, De Brito meminta Pele untuk bergabung dengan Santos, klub profesional yang ada di luar Sao Paulo. Padahal, saat itu Pele baru berusia 15 tahun. Namun De Britto sudah melihatnya sebagai pemain terbaik dunia. 

    Dengan tekad kuat, Pele menandatangani kontrak tersebut. Di usianya yang masih terbilang remaja, Pele langsung diminta berlatih dengan tim utama.

    Tak perlu menunggu waktu lama. 7 September 1957, Pele langsung memulai debutnya di Santos. Bukan sembarang debut, karena nyatanya Pele berhasil mencetak 1 gol dari kemenangan 7-1.

    Kemenangan ini membuatnya berhasil mendapatkan tempat utama dalam tim senior Santos. Tak hanya itu, Pele juga dinobatkan sebagai Top Score Liga. Alhasil, hanya dalam waktu singkat Pele bisa bergabung dengan tim nasional Brasil.

    Tampil di Piala Dunia dan Menjadi Pemain Termuda yang Menjuarai Piala Dunia

    Piala Dunia 1958 yang diadakan di Swedia jadi saksi lahirnya Pele sang legenda sepak bola.

    Pele pertama kali tampil di laga terakhir grup saat melawan Uni Soviet. Brasil menang 2-0, namun Pele belum berhasil mencetak gol.

    Namanya mulai dilirik saat berhasil mencetak gol tunggal dalam laga perempat final. Saat itu, Brasil dihadapkan dengan Wales. Brasil menang 1-0 dan satu-satunya gol tersebut dicetak oleh Pele seorang.

    Tak berhenti sampai di situ, Pele kembali beraksi saat Brasil melawan Prancis di babak semifinal. Hattrick ciamik dari Pele berhasil membawa kemenangan 5-2 untuk Brasil. Pele pun dinobatkan sebagai pencetak hattrick termuda karena saat itu ia baru berusia 17 tahun 245 hari.

    Di babak final, Pele semakin menggila. Dihadapkan dengan Swedia sang tuan rumah, Pele langsung menguasai pertandingan begitu babak kedua dimulai. Dua gol berhasil dicetaknya dengan mudah. Alhasil, skor akhir 5-2 sukses membawa Brasil pada kemenangan pertama kali untuk Piala Dunia.

    Tak hanya itu, rupanya Pele juga dinobatkan sebagai pemain termuda yang berhasil menjuarai Piala Dunia. Skor 5-2 pun dianggap sebagai skor terbesar yang pernah dicetak sepanjang sejarah final Piala Dunia.

    Pele kembali beraksi di Piala Dunia tahun 1962 yang diadakan di Chili.

    Saat itu, banyak yang menjagokan Brasil kembali menjadi juara. Bukan hanya karena gelar yang sudah dipegangnya, tetapi juga karena terdapat sembilan pemain Brasil yang dipercaya bisa memperkuat tim. Nama Gilmar, Nilton Santos, Zito, Garrincha, Djalma Santos, Didi, Zagalo, Vava, dan Pele disebut-sebut mampu membawa kembali Brasil pada kemenangan.

    Sayangnya, saat itu Pele hanya mendapatkan satu kali kesempatan untuk tampil. Pele ikut ambil bagian saat Brasil melawan Meksiko. Pele berhasil menyumbang satu gol yang membuat Brasil menang dengan skor akhir 2-0.

    Di laga selanjutnya, Pele harus menerima nasib tak bisa melanjutkan diri untuk bertanding. Tepatnya saat berkesempatan melawan Cekoslovakia, Pele mengalami cedera berat yang membuatnya harus berhenti tanding.

    Pada akhirnya, Brasil tetap berhasil menjadi juara setelah mengalahkan Cekoslovakia di babak final dengan skor akhir 3-1. Brasil kembali menjadi juara, meskipun tanpa peran Pele sampai akhir.

    Juara Piala Dunia Ketiga Kalinya Bersama Brasil

    Cedera yang dialami Pele di Piala Dunia sebelumnya rupanya meninggalkan trauma tersendiri baginya. Awalnya, Pele sempat menolak untuk mengikuti pertandingan babak kualifikasi Piala Dunia 1970. Alasannya sama; ia enggan berhadapan dengan lawan-lawan yang dianggapnya suka bermain kasar. Tekel-tekel keras dari lawan rasanya sudah menjadi santapan wajib yang selalu menghampiri Pele.

    Tak lama setelah itu, terdengar aturan baru dari FIFA mengenai hukuman atas pelanggaran. Rupanya FIFA mulai menerapkan hukuman kartu merah dan kartu kuning atas pelanggaran keras yang dilakukan oleh pemain.

    Mendengar aturan baru tersebut, Pele langsung mengubah keputusannya. Ia segera bertanding di enam laga kualifikasi, bahkan berhasil mencetak enam gol untuk Brasil. Pada akhirnya, Brasil bisa kembali mengikuti putaran Piala Dunia 1970.

    Bisa dibilang saat itu Pele adalah pemain senior mengingat rekan-rekan seangkatannya yang pensiun lebih dulu. Ia pun dijadikan pemimpin sekaligus pelayan bagi Jairzinho, Tostao, dan Rivelino.

    Dengan formasi 4-2-4, Pele berhasil membuat Brasil menyajikan pertandingan yang lebih menarik dan berbeda dari sebelumnya. Pele yang biasa tampil sebagai predator kotak penalti, kali ini lebih banyak tampil sebagai kreator serangan. Terbukti, ia berhasil menorehkan enam assist yang akhirnya mengantar Brasil pada babak final Piala Dunia. For your information, jumlah assist Pele disebut-sebut sebagai assist terbanyak dalam satu edisi Piala Dunia.

    Kali ini, Brasil berhadapan dengan Italia di babak final. Pele berhasil mencetak gol pembuka, sekaligus memberikan dua assist untuk Jairzinho dan Carlos Alberto. Alhasil, Brasil meraih skor akhir 4-1 dan kembali menjadi juara.

    Kemenangan ini membuat Brasil berkesempatan membawa pulang trofi Jules Rimet. Tak hanya itu, Brasil juga mulai disebut sebagai salah satu tim terbaik sepanjang masa. Tentu saja, semua ini berkat campur tangan dari Pele.

    Berbagai kemenangan serta prestasi membanggakan yang diperoleh membuat Pele merasa cukup. Di tahun 1974, Pele memutuskan untuk pensiun dari dunia sepakbola.

    Leganda yang Tidak Bisa Meninggalkan Sepakbola

    Namun, rasa cinta Pele pada dunia sepak bola tentu tak bisa hilang semudah itu. Setahun kemudian, Pele mendapatkan tawaran bergabung dengan New York Cosmos untuk bermain di North American Soccer League. Kontrak senilai $2,8 juta jadi jembatan kerjasama keduanya.

    Kontrak yang terbilang mahal ini rupanya bukan sembarang kontrak. New York Cosmos memang sengaja mendatangkan Pele agar para warga Amerika bersemangat menikmati kompetisi North American Soccer League yang saat itu baru berjalan delapan tahun.

    Pele pun memulai debutnya bersama New York Cosmos pada 15 Juni 1975 saat melawan Dallas Tornado. Meski saat itu hasilnya imbang 2-2, namun Pele berhasil membuat New York Cosmos terhindar dari kekalahan. Satu golnya berhasil menyelamatkan New York Cosmos.

    Hingga akhirnya pertandingan tanggal 1 Oktober 1977 benar-benar menjadi pertandingan terakhir Pele. Saat itu diadakan laga eksibisi yang mempertemukan dua klub yang pernah dibelanya; Santos dan New York Cosmos.

    Beberapa saat sebelum pertandingan dimulai, Pele memberikan sebuah pidato di depan 76.891 penonton yang membanjiri stadion. Dengan berurai air mata, Pele menyampaikan kata-kata perpisahan yang diiringi dengan ucapan terima kasih kepada semua orang yang sudah mendukungnya selama ini.

    Setelah pidato berakhir, Pele bersiap untuk bermain bersama New York Cosmos di babak pertama. Sebuah gol spektakuler berhasil Pele cetak setelah tendangan bebas jarak jauhnya masuk ke kandang Santos. Gol ini pun disebut-sebut sebagai gol terakhir Pele sebagai pemain sepak bola.

    Di babak kedua, Pele pindah haluan dan bermain di tim Santos. Serangan Santos makin menggila, namun ternyata justru dibalikkan oleh gol dari Raymon Mifflin dari New York Cosmos. Pertandingan pun berakhir dengan skor 2-1 untuk New York Cosmos.

    Setelah pertandingan berakhir, para pemain dari New York Cosmos dan Santos kompak berkumpul untuk memberikan mawar putih kepada Pele. Sebagai tanda perpisahan, tak lupa mereka mengarak Pele berkeliling stadion.

    “Hadirin sekalian, saya mengucapkan terima kasih banyak atas kehadiran Anda di momen paling mengharukan dalam karir sepak bola saya. Terima kasih telah mencintai dan menyaksikan aksi-aksi saya selama ini. Muito Obrigado”, ucap Pele sebagai tanda perpisahannya dengan dunia sepak bola.

    1.281 gol dari 1.363 pertandingan menjadi rekor fantastis yang dimiliki Pele. Meski tak lagi berlaga di sepak bola, namun nama Pele masih saja berpengaruh dan terkenang hingga saat ini. Gelar ‘Pemain Terbaik Abad Ini’ dari FIFA pada tahun 1999 pun menjadi saksinya.