Tag: Inggris

  • Bobby Charlton, Manchester United dan Tragedi Munich

    Tragedi Munich menyisakan luka mendalam bagi Manchester United dan para penggemarnya.

    Sebanyak delapan pemain muda berbakat menjadi korban kecelakaan yang tak bisa dihindari. Bobby Charlton, salah satu pemain Manchester United yang selamat, menjadi saksi hidup atas tragedi mengerikan tersebut.

    Bobby Charlton Berhasil Selamat dari Tragedi Kecelakaan Pesawat Mengerikan

    6 Februari 1958 menjadi salah satu tanggal paling kelam bagi Manchester United.

    Pesawat Airspeed Ambassador milik British European Airways yang ditumpangi oleh para pemain Manchester United, terjatuh tepat setelah pesawat lepas landas dari Bandara Munich, Jerman.

    Padahal, saat itu Manchester United baru saja dinyatakan lolos ke babak semifinal European Cup setelah menang melawan Red Star Belgrade di Yugoslavia.

    Peristiwa kelam ini bermula saat pesawat akan melakukan perjalanan dari Yugoslavia ke Manchester, Inggris. Saat itu, pesawat melakukan transit di Bandara Munich, Jerman, untuk mengisi bahan bakar.

    Setelah selesai, pesawat mencoba melakukan lepas landas namun terus menerus mengalami kegagalan.

    Hal ini disebabkan kondisi lapangan yang sedang tidak ideal untuk melakukan penerbangan mengingat Munich baru saja mengalami badai salju.

    Meski disarankan untuk bermalam sambil menunggu badai salju mereda, sang pilot menolaknya karena tak ingin ketinggalan jadwal pertandingan selanjutnya. 

    Hingga akhirnya, sang pilot bersikeras terus melakukan upaya lepas landas. Saat melakukannya untuk yang ketiga kalinya, pesawat justru menabrak bangunan dan pagar yang ada di sekitar bandara. Tepat setelah itu, pesawat meledak.

    Sebanyak delapan pemain muda Manchester United turut menjadi korban dari kecelakaan tersebut.

    Mulanya, hanya tujuh pemain yang dinyatakan meninggal dunia di lokasi kejadian. Satu pemain lainnya menyusul setelah dua minggu menjalani perawatan akibat cedera parah yang dialaminya.

    Sembilan pemain serta seorang pelatih Manchester United dinyatakan selamat meskipun harus mengalami perawatan serius selama berminggu-minggu.

    Salah satu pemain yang selamat adalah Bobby Charlton, yang saat itu baru menjalani masa debut 18 bulan. Charlton beruntung karena saat itu berada di kursi belakang pesawat dan diselamatkan oleh Harry Gregg.

    Meski demikian, ia tetap mengalami trauma mendalam atas tragedi mengerikan yang menimpa rekan-rekan seperjuangannya.

    Charlton yang menjadi saksi hidup peristiwa tersebut, mau tak mau tetap harus melanjutkan karirnya di Manchester United.

    Perjalanan Bobby Charlton Bersama Setan Merah dari Inggris

    Sebenarnya Charlton sudah resmi direkrut oleh Manchester United saat berusia 15 tahun.

    Saat itu, kemampuannya dalam bermain sepakbola ditemukan oleh Joe Armstrong, seorang pencari bakat untuk Manchester United. Tak perlu menunggu lama, Charlton langsung mendapatkan kontraknya untuk mulai bergabung dengan Manchester United. 

    Namun, kontrak profesionalnya baru bisa ditandatanganinya saat usia Charlton memasuki 17 tahun, yaitu pada Oktober 1954.

    Setelah bergabung pun Charlton belum bisa langsung bermain dalam pertandingan resmi. Sir Matt Busby selaku sang pelatih, menilai Charlton masih perlu mendapatkan gemblengan kuat dari Jimmy Murphy yang terkenal kegalakan dan ketegasannya dalam melatih.

    Charlton pun memulai masa trialnya dengan cara tinggal di suatu ruangan kecil berisi tempat tidur bermuatan dua orang. Ia berlatih sepenuh hati hingga berubah menjadi pribadi yang lebih kuat dan siap bertanding.

    Perjuangannya tak sia-sia. Charlton mendapatkan kesempatan melakukan debutnya saat Manchester United berhadapan dengan Charlton Athletic pada 6 Oktober 1956.

    Meskipun ini pertandingan perdananya, namun Charlton sudah berhasil mencetak dua gol yang mengantar Manchester United pada kemenangan.

    Tak perlu menunggu waktu lama, Charlton berhasil menjadi salah satu pemain berbakat yang dimiliki Manchester United.

    Ia tergabung dalam anggota Busby Babes, para pemain berbakat di bawah pelatih Sir Matt Busby pada era 50-60an. Hingga akhirnya tragedi mengerikan tersebut terjadi, Charlton pun mengalami keterpurukan mendalam.

    Saat akhirnya bangkit, Charlton berhasil membawa Manchester United kembali bersinar terang. Berkat usaha dan kerja kerasnya, Charlton membawa nama Manchester United menjadi klub top yang Inggris punya.

    Tak hanya itu, Manchester United juga menjadi juara dari Piala FA 1963 serta berkesempatan mendapatkan empat gelar juara Charity Shield. Gelar European Cup pada tahun 1968 pun ikut dibawa pulang Manchester United setelah berhasil mengalahkan Benfica di final.

    Hal ini tentu membanggakan mengingat Manchester United menjadi klub Inggris pertama yang berhasil menjadi juara di European Cup.

    Peran Charlton pun tak tanggung-tanggung karena ia ikut ambil bagian dalam mencetak dua gol kemenangan. Trofi kemenangan diangkatnya tinggi-tinggi sebagai bukti keberhasilannya. Hingga kini, beragam prestasi membanggakan tersebut masih terpampang rapi dalam rak trofi yang ada di Old Trafford.

    Menjadi Pemain Andalan Tim Nasional Inggris dan Memilih Hengkang dari Manchester United

    Selain bermain bersama Manchester United, Charlton juga mendedikasikan dirinya untuk Timnas Inggris sejak tahun 1958. Banyaknya gol yang berhasil dicetaknya membuat Charlton menjadi salah satu pemain andalan Timnas Inggris. 

    Hal ini terbukti dari aksi ciamik yang dilakukan Charlton saat bermain di Piala Dunia 1966. Timnas Inggris berhasil menjadi juara dunia setelah mengalahkan Jerman Barat dalam laga final.

    Sebagai pemain andalan, Charlton berhasil mencetak tiga gol sepanjang turnamen berlangsung.

    Perjuangan Charlton dalam membela Manchester United maupun Timnas Inggris memang tak perlu diragukan lagi. Sebanyak 249 gol dari 758 pertandingan berhasil Charlton berikan untuk Manchester United.

    Banyaknya gol yang dicetak Bobby Charlton membuatnya berhasil mendapatkan rekor salah satu pencetak gol terbanyak bagi Manchester United. 

    Sedangkan untuk Timnas Inggris, tercatat 49 gol yang berhasil Charlton berikan.

    Tak heran jika pada akhirnya kerajaan Inggris sampai memberinya gelar Sir di depan namanya, sehingga namanya kini menjadi Sir Bobby Charlton.

    Tak hanya itu, Charlton juga dinobatkan sebagai salah satu gelandang terbaik di dunia sepanjang masa. Aksi-aksinya yang penuh stamina dan tendangannya yang keras, selalu sukses membuat para kiper ketar-ketir.

    Meskipun banyak menorehkan prestasi membanggakan untuk Manchester United, pada tahun 1973 Charlton memutuskan untuk meninggalkan klub kesayangannya ini.

    Karirnya berakhir setelah 17 musim berkiprah bersama Manchester United. Tepatnya pada 28 April 1973, Charlton mengakhiri karirnya saat Manchester United sedang menjamu Chelsea di Stadion Old Trafford.

    Para penggemar Chelsea bahkan memberikan chant sebagai tanda penghormatan terakhir untuk Charlton.

    Hengkangnya Charlton disinyalir akibat masa-masa suram yang sedang dihadapi Manchester United. Saat itu, Manchester United semakin sulit meraih prestasi-prestasi terbaiknya.

    Manchester United juga mulai kehilangan para pemain terbaik yang selama ini memperkuat kejayaan klub Setan Merah tersebut. 

    Meski demikian, Charlton mengungkapkan alasan lain dari kepergiannya. Ia merasa tubuhnya sudah tidak sebugar dulu untuk membawa Manchester United kembali ke masa jayanya. Kepergian Charlton saat itu membuat masa emas Manchester United seolah sudah berakhir.

  • Keajaiban Kroasia di Piala Dunia

    Spanyol, Prancis, Jerman, Argentina dan Brasil adalah jajaran tim kuat yang digadang-gadang akan menjadi juara Piala Dunia tahun 2018. Namun, diluar dugaan banyak pecinta sepakbola, Kroasia justru berhasil melenggang jauh menjadi salah satu peserta final untuk memperebutkan juara dunia.

    Meski harus takluk di final dari Perancis dan hanya menjadi runner-up, ini adalah prestasi luar biasa Kroasia diluar dugaan banyak pecinta sepakbola. Capaian ini, menjadi kejutan di Piala Dunia yang akan diingat pecinta sepakbola sebagai sejarah.

    Tergabung Bersama Tim Kuat Argentina di Fase Grup

    Kroasia adalah sebuah negara kecil yang ada di benua Eropa, merupakan bagian dari pecahan Yugoslavia yang akhirnya merdeka sebagai sebuah negera pada 8 Oktober 1991.

    Meski diperkuat nama-nama besar seperti Luka Modric, Mario Mandzukicdan Ivan Perisic, peta kekuatan Kroasia diatas kertas masih jauh dibawah tim-tim kuat Eropa lain seperti Inggris, Perancis, Jerman, Spanyol, Belgia dan lainnya. Apalagi jika tim-tim besar lain dari Amerika Latin seperti Brasil dan Argentina dimasukan ke dalam hitungan.

    Tim nasional yang dinahkodai oleh Zlatko Dalic ini, pada fase-fase sebelumnya hanya lolos hingga babak fase grup. Namun di Piala Dunia 2018, mereka mencoba membuktikan bahwasannya Kroasia bukan hanya tim penggembira acara.

    Di babak penyisihan awal, Kroasia tergabung dalam grup D yang terdiri dari Nigeria, Islandia, dan Argentina. Untuk pertandingan awal, Kroasia langsung dihadapkan dengan Nigeria. Sebagai negara yang punya sejarah panjang dengan sepakbola, Nigeria tentu bukan lawan yang bisa dikalahkan dengan mudah.

    Pertandingan pembuka bagi kedua negara difase grup ini diadakan  pada 17 Juni 2018 di Stadion Kaliningrad, Rusia. 

    Kedua tim sebenarnya sempat sama kuatnya di menit-menit awal pertandingan. Namun, ketika memasuki pertengahan babak pertama, pemain Kroasia mencoba memberikan tekanan. Sepak pojok yang diambil oleh Luka Modric langsung mendapatkan sundulan maut dari Ante Rebic di menit 32’.

    Mario Mandzukic menyambutnya yang langsung melaju bebas menjebol gawang Nigeria. Gol yang tercatat sebagai gol bunuh diri tersebut pun membawa skor 1-0 yang terus bertahan hingga babak pertama berakhir.

    Di babak kedua, Nigeria mencoba memberikan serangan balas dendam. Tapi yang terjadi di lapangan, Kroasia tampil semakin garang hingga membuat Nigeria kewalahan.

    Saat mendapatkan tendangan penalti dari pemain Nigeria, Luka Modric justru berhasil mengelabui kiper Nigeria. Alhasil, Kroasia kembali unggul atas Nigeria. Skor akhir 2-0 terus bertahan hingga pertandingan selesai, yang membuat Kroasia berhasil memenangkan pertandingan dan mencuri 3 poin yang berharga.

    Kemenangan atas Nigeria membuat Kroasia mendapatkan sedikit kepercayaan diri. Di pertandingan selanjutnya, Kroasia harus berhadapan dengan lawan tangguh Argentina yang digadang-gadang sebagai tim kuat juara yang diperkuat pemain-pemain bintang Seperti Lionel Messi, Sergio Aguero, Di Maria dan lainnya.

    Di atas kertas, Argentina tentu di favoritkan memenangkan pertandingan ini. Pertandingan penyisihan kedua ini digelar pada 22 Juni 2018 di Stadion Nizhny Novgorod, Rusia.

    Dengan formasi 4-5-1, Kroasia memilih bermain aman sejak peluit tanda dimulainya babak pertama berbunyi. Pertandingan baru berlangsung sengit saat menjelang berakhirnya babak pertama.

    Lionel Messi dan kawan-kawan dengan gencar mencoba mencetak gol, namun masih berhasil digagagalkan para pemain Kroasi hingga akhirnya, skor berakhir imbang 0-0 untuk babak pertama.

    Memasuki babak kedua, Kroasia mulai menunjukkan permainan menyerang. Ante Rebic berhasil menjebol gawang Argentina di menit 53’.

    Luka Modric sebagai andalan tim pun ikut menggempur gawang Argentina di menit 80’, sekaligus menambah keunggulan menjadi 2-0.

    Belum cukup sampai di situ, Ivan Rakitic sebagai pemain andalan Kroasia lainnya juga ikut menjebol gawang Argentina di menit 90’+1’ dan memantapkan keunggulan Kroasia menjadi 3-0. Hingga akhir pertandingan, Argentina tak mampu memberi gol balasan dan terpaksa takluk dengan skor telak 3-0.

    Hasil ini tentu diluar prediksi banyak orang, tim calon kuat juara Argentina hasil takluk dengan 3 gol tanpa balas dari tim kuda hitam Kroasia.

    Dua kemenangan yang berhasil dicapai dalam pertandingan melawan Nigeria dan Argentina, membuat Kroasia semakin percaya diri untuk menyapu bersih semua pertandingan di grup D.

    Pada pertandingan penutup Kroasia harus menghadapi Islandia pada 27 Juni 2018 di Rostov Arena, Rusia. Dalam pertandingan kali ini sang nahkoda, Zlatko Dalic, banyak merotasi pemain untuk mengistirahatkan pemain inti karena sudah dipastikan akan lolos ke babak selanjutnya setelah mengumpulkan 6 poin dari hasil mengalahkan Nigeria dan Argentina.

    Sejak peluit babak pertama berbunyi, kedua tim bersaing sengit untuk saling menggempur pertahanan. Islandia yang tak bisa dipandang remeh ternyata cukup merepotkan jajaran pemain Kroasia. Akibatnya, hingga babak pertama berakhir, skor kedua tim masih imbang 0-0.

    Saat memasuki paruh kedua, Kroasia mulai memberikan tekanan maksimal ke jantung pertahanan Islandia. Alhasil, delapan menit setelah babak kedua dimulai, Milan Baldels berhasil menjebol gawang Islandia yang dijaga oleh Hannes Thor Halldorsson.

    Saat pertandingan memasuki menit 72’, Islandia mendapat kejutan hadiah tendangan penalti setelah bola mengenai tangan pemain Kroasia, Dejan Lovren. Gylfi Sigurdsson sebagai eksekutor sukses memecah kebuntuan sekaligus menyamakan kedudukan menjadi 1-1.

    Kroasia yang tak tinggal diam ternyata memberi kejutan saat memasuki injury time. Ivan Perisic melesatkan tendangan keras yang mengarah ke pojok dan berhasil menjebol gawang Islandia. Alhasil, hingga peluit babak kedua berbunyi, Islandia tak mampu membalas gol dan harus menerima kekalahan dengan skor akhir 2-1.

    Harus Bermain Sampai Babak Adu Pinalti untuk Berebut Tiket ke Semifinal

    Keberhasilan Kroasia menyapu bersih grup D mengantarkan mereka memasuki babak 16 besar. Mereka pun harus berhadapan dengan Denmark, tim penuh kejutan, pada tanggal 2 Juli 2018 di Nizhny Novgorod Stadium, Rusia.

    Saat pertandingan belum genap berjalan satu menit, pemain Denmark yang bernama Mathias Jorgensen langsung menjebol gawang Kroasia yang saat itu dijaga oleh Danijel Subasic. Tak butuh waktu lama, Kroasia sebagai tim tak terkalahkan pada saat itu langsung membalas dengan sebuah gol lewat tendangan voli dari Mandzukic.

    Memasuki babak kedua, Kroasia dan Denmark bersaing sengit. Kroasia yang merasakan kemudahan di tiga lawan sebelumnya, kali ini harus bersusah payah menaklukkan Denmark. Alhasil, hingga babak kedua selesai, tak ada gol yang berhasil tercipta.

    Saat memasuki extra time, persaingan kedua tim benar-benar semakin alot. Akan tetapi, dua babak extra time rupanya belum cukup untuk membuahkan gol bagi kedua tim. Hingga akhirnya, pemenang pertandingan ini harus ditentukan melalui adu penalti.

    Kroasia yang tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan langsung membombardir Denmark dengan gempuran gol melalui titik penalti. Dewi fortuna rupanya sedang memihak pada Kroasia. Alhasil, negara berjuluk Vatreni itu berhasil memenangkan pertandingan dengan skor akhir 3-2.

    Kemenangan atas Denmark membawa Kroasia melaju ke babak perempat final dan harus menghadapi tim tuan rumah yaitu Russia. Kedua tim bertemu tanggal 8 Juli 2018 di Fisht Stadium, Sochi, Rusia.

    Kroasia dan Rusia sama-sama bermain sengit sepanjang pertandingan berlangsung. Russia berhasil mencetak dua gol di menit 31’ dan 115’ berkat duo pemain andalannya, Denis Cheryshev dan Mario Fernandes. Sedangkan Kroasia berhasil menjebol gawang Rusia di menit 39’ dan 101’ lewat sontekan dari Andrej Kramaric dan Domagoj Vida.

    Pertandingan perebutan tiket semifinal ini juga membuat Kroasia harus bersusah payah karna penentuan pemenang harus melalui skema adu penalti.

    Perjuangan mati-matian tim Kroasia akhirnya terbayar tuntas setelah 4 dari 5 penendang pinalti Kroasia, Marcelo Brozovic, Luka Modric, Domagoj Vida, dan Ivan Rakitic berhasil mencetak gol penalti. Sedangkan Rusia hanya berhasil mencetak 3 pinalti dari jatah 5 kesempatan yang diberikan.

    Kroasia pun dinyatakan lolos ke babak semifinal dengan Inggris sebagai lawan bermainnya.

    Berhasil Menang atas Inggris di Semifinal, Namun Harus Puas Sebagai Runner-up

    Perjalanan Kroasia menuju panggung final masih terbuka. Akan tetapi, untuk merebut tikel ke perandingan final, Kroasia harus berhadapan dengan tim unggulan Inggris. Pertemuan keduanya terjadi tanggal 12 Juli 2018 di Stadion Luzhniki, Rusia.

    Sejak awal pertandingan, Inggris tampil dominan hingga memberi kejutan di menit ke lima berupa gol cantik dari bek kanan andalan mereka, Kieran Trippier, yang tak mampu ditepis kiper Kroasia, Dominik Livakovic.

    Tim Kroasia akhirnya berhasil menyaman kedudukan di menit 68’ setelah Ivan Perisic berhasil membobol gawang Inggris yang dijaga ketat oleh Pickford.

    Hasil imbang 1-1 akhirnya memaksa kedua tim untuk bertanding di waktu extra time. Mandzukic yang tidak mau menyiakan kesempatan akhirnya turut andil menjebol gawang Inggris di menit 109’, sekaligus menambah keunggulan Kroasia menjadi 2-1.

    Skor 2-1 bertahan hingga peluit berakhirnya pertandingan berbunyi. Ini artinya, Kroasia berhasil mendapatkan tiket untuk melaju ke babak final Piala Dunia 2018.

    Perjalanan Kroasia ke babak final terasa begitu sulit. Mereka harus berjibaku menghadapi tim-tim papan atas untuk sampai bisa ke titik ini. Bahkan, prestasi Kroasia masuk babak final jadi rekor pertama kalinya dalam sejarah sejak negara tersebut berpartisipasi di Piala Dunia tahun 1998 silam.

    Dalam pertandingan final pun rasanya tak mudah karena Kroasia harus berhadapan dengan tim Prancis yang difavoritkan menjadi memenangkan pertandingan tersebut dan keluar sebagai juara.

    Meskipun begitu, melihat kejutan-kejutan yang dilakukan Rusia pada pertandingan-pertandingan sebelumnya, rasanya terlalu tergesa-gesa untuk langsung menjagoka Perancis di pertandingan yang berlangsung pada 15 Juli 2018  

    Meskipun mendominasi laga, tim Kroasia justru mendapatkan serangan balik-serangan balik efektik yang berbahaya dari Perancis. Pertandingan ini harus berakhir dengan skor 4-2 untuk kemenangan Prancis, sekaligus membuat Perancis keluar sebagai juara Piala Dunia tahun 2018.

    Meski demikian, perjuangan tim Kroasia hingga sampai pertandingan final benar-benar layak berhasil mencuri perhatian banyak pecinta sepakbola. Diluar prediksi banyak orang, tim yang awalnya sebagai tim hiburan ini justru bisa melenggang sampai partai final.

    Capaian ini akan membekas di ingatan pecinta sepakbola dunia, dimana ada tim kuda tim dari sebuah negara kecil bernama Kroasia, berhasil mencatat sejarah hingga masuk ke babak final dan keluar sebagai runner up ajang olahraga paling bergensi di dunia.

  • Inggris, Penemu Sepakbola Modern

    Jika mendengar sepak bola, kemungkinan besar yang muncul pertama kali di benak pecinta sepak bola dunia adalah Brasil. 

    Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat sejarah penjang raihan-raihan Brasil di pentas sepak bola dunia, baik raihan tim nasional Brasil di ajang-ajang sepabkola populer seperti Piala Dunia, maupun raihan-raihan individu legenda-legenda sepak bola asal Brasil di kancah sepak bola internasional.

    Sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia, penduduk Brasil sangat mendewakan sepak bola. Tak hanya itu, banyak pesepakbola hebat yang lahir di Brasil. Sebut saja Pele, Ronaldinho, Kaka, Socrates, Zico, Ronaldo, Romario, Neymar, serta Rivaldo menjadi betapa banyak pemain besar lahir dari Brasil.

    Namun, jika ditilik lebih dalam, sebenarnya Inggris punya cerita yang lebih jauh dan panjang tentang sepak bola.

    Sejarah Panjang Permainan Sepakbola di Berbagai Negara

    Jika kita menilik lebih jauh, maka akan menemukan fakta bahwa sebenarnya sepak bola sudah dimainkan sejak tahun 2500 sebelum masehi.

    Saat itu beberapa negara seperti Tiongkok, Mesir, dan Italia bermain sepak bola di Mesir. Mereka memainkan bola yang terbuat dari linen, yang kemudian ditambah dengan kulit atau usus agar daya pantulnya bisa lebih tinggi. Sayangnya, sepak bola tersebut belum memiliki aturan yang jelas. Alhasil, permainannya pun cenderung berantakan.

    Sejarah lain mengatakan sepak bola sudah populer di China pada abad ke-2 hingga ke-3, tepatnya 255-206 sebelum masehi. Orang-orang di sana memainkan bola yang terbuat dari kulit dengan jaring kecil yang dikenal dengan nama Tsu Chu.

    Tsu artinya menerjang bola dengan kaki, sedangkan Chu artinya bola dari kulit yang ada isinya. 

    Namun, sepak bola di China awalnya justru dijadikan ajang untuk melatih fisik para tentara pada zaman Chun Qiu Zhan Guo.

    Tak hanya China, Yunani pun menerapkan konsep yang sama. Tepatnya sejak tahun 800 SM, Yunani memainkan sepak bola yang dikenal dengan nama Episkyros yang artinya ‘bola umum’. Tujuannya sama; untuk melatih fisik para prajurit kerajaan. 

    Permainannya melibatkan dua tim yang saling memperebutkan satu bola. Bedanya, pemain Episkyros boleh menggunakan tangan saat bermain. Maka dari itu tak heran jika permainan bisa berlangsung keras dan cenderung brutal.

    Namun, ada juga yang mengatakan bahwa sepak bola pernah dimainkan di Roma. Sama seperti sebelumnya, aturan yang ada belum jelas sehingga permainan berakhir kacau. Tak hanya itu, nyawa pun ikut terenggut jika sepak bola sudah dimainkan.

    Inggris, Negara Penemu Sepakbola Modern untuk Pertama Kali

    Memasuki abad ke-14, sepak bola mulai masuk ke Inggris. Olahraga ini menjadi sangat populer di kalangan masyarakat. 

    Namun, rupanya Raja Edward III melarangnya. Ia menganggap sepak bola adalah olahraga penuh kekerasan dan tindakan brutal. Saat pada akhirnya Raja Edward III mulai mengizinkan, Ratu Elizabeth justru melarangnya. Tak hanya melarang, Ratu Elizabeth juga memberikan sanksi berupa penjara bagi mereka yang masih bermain sepak bola.

    Hingga akhirnya tahun 1680, Charles II mencabut larangan tersebut sehingga orang-orang bisa kembali bermain sepak bola. Saat itu, sepak bola bisa dimainkan dengan jumlah pemain yang tak terbatas. Lagi-lagi tak ada aturan yang jelas, pemain hanya tak boleh mengarah pada kekerasan. Siapa saja boleh ikut dalam olahraga ini. Akibatnya, kerusuhan terus saja terjadi tanpa terkendali.

    Tahun demi tahun berlalu, hingga akhirnya masuk ke paruh kedua tahun 1800-an. Tahun tersebut adalah tahun mulai munculnya sepak bola modern dengan peraturan yang semakin diperbarui.

    Mulanya, peraturan permainan masih saja berbeda, hingga akhirnya dibuat satu set peraturan yang dikukuhkan oleh Sheffield FC, klub tertua di dunia, pada tahun 1857.

    Sayangnya, penerapannya masih saja berbeda-beda. Contohnya saja aturan Cambridge yang berbeda dengan aturan Sheffield. Beda tempat beda aturan, sehingga benar-benar menimbulkan kebingungan dan ketidaksepahaman antar pemain.

    Peraturan pun semakin dimasak matang-matang. Hingga akhirnya pada tahun 1863, satu peraturan disepakati. Beberapa klub yang tergabung dalam 12 tim di London adalah orang-orang yang menyepakatinya. Mereka kebanyakan adalah mahasiswa Cambridge University yang peduli pada perkembangan sepak bola. 

    Berdirinya Asosiasi dan Federasi Sepakbola Resmi Dunia

    Namun tentu saja peraturan tersebut tak langsung disepakati semua orang mengingat masih ada yang ingin bermain sepak bola dengan peraturan sendiri.

    Alhasil, pertandingan masih saja berlangsung tanpa aturan yang sama. Akhirnya dibuatlah International Football Association Board (IFAB) pada tahun 1886 yang bertujuan mempertajam peraturan. 17 peraturan pun disahkan sehingga aturan semakin terlihat lebih jelas.

    Tak hanya itu, mereka juga membuat asosiasi sepak bola Inggris yang kemudian dikenal dengan Football Association (FA). Diadakan juga turnamen sepak bola pertama yang disebut dengan FA Cup. Momen inilah yang membuat Inggris mulai dikenal sebagai negara yang pertama kali membuat beragam peraturan untuk sepak bola.

    Beredarnya kabar persetujuan peraturan sepak bola pun mulai menyebar ke banyak negara di Eropa seperti Belanda, Spanyol, Prancis, serta Swedia.

    Tak disangka, ternyata semakin banyak yang menjadi penikmat sepak bola. Tak nanggung-nanggung, penikmatnya bahkan sampai kancah internasional.

    Maka dari itu, dibuatlah federasi sepak bola dari beberapa negara yang dikenal dengan nama Federation Internationale de Football Association (FIFA) pada 21 Mei 1904 di Paris, Prancis. Negara-negara tersebut adalah Prancis, Belgia, Belanda, Denmark, Swiss, Spanyol, dan juga Swedia.

    Sejak adanya FIFA, harus diakui perkembangan sepak bola semakin pesat. Mulai banyak dibangun sistem dan struktur yang ditujukan untuk mendukung kompetisi yang berlangsung.

    Berbagai liga dan kejuaraan pun mulai diselenggarakan, mulai dari tingkat nasional, kontinental, hingga dunia. Salah satunya adalah Piala Dunia yang pertama kali diadakan di Uruguay pada tahun 1930.

    Seiring berkembangnya waktu dari masa ke masa, tentu semakin banyak perubahan peraturan yang terjadi. Namun, pada dasarnya peraturan sepak bola tetap mengacu pada konstitusi dan tujuan awal yang disepakati bersama.

    IFAB masih menjadi penjaga dari Laws of the Game, sementara FIFA masih menaungi jalannya sepak bola dunia. Begitu pun dengan Inggris, akan selalu punya peran besar dalam berdirinya sepak bola meskipun bukan penemu ‘asli’ dari sepak bola.