Tag: Dunia

  • Keajaiban Kroasia di Piala Dunia

    Spanyol, Prancis, Jerman, Argentina dan Brasil adalah jajaran tim kuat yang digadang-gadang akan menjadi juara Piala Dunia tahun 2018. Namun, diluar dugaan banyak pecinta sepakbola, Kroasia justru berhasil melenggang jauh menjadi salah satu peserta final untuk memperebutkan juara dunia.

    Meski harus takluk di final dari Perancis dan hanya menjadi runner-up, ini adalah prestasi luar biasa Kroasia diluar dugaan banyak pecinta sepakbola. Capaian ini, menjadi kejutan di Piala Dunia yang akan diingat pecinta sepakbola sebagai sejarah.

    Tergabung Bersama Tim Kuat Argentina di Fase Grup

    Kroasia adalah sebuah negara kecil yang ada di benua Eropa, merupakan bagian dari pecahan Yugoslavia yang akhirnya merdeka sebagai sebuah negera pada 8 Oktober 1991.

    Meski diperkuat nama-nama besar seperti Luka Modric, Mario Mandzukicdan Ivan Perisic, peta kekuatan Kroasia diatas kertas masih jauh dibawah tim-tim kuat Eropa lain seperti Inggris, Perancis, Jerman, Spanyol, Belgia dan lainnya. Apalagi jika tim-tim besar lain dari Amerika Latin seperti Brasil dan Argentina dimasukan ke dalam hitungan.

    Tim nasional yang dinahkodai oleh Zlatko Dalic ini, pada fase-fase sebelumnya hanya lolos hingga babak fase grup. Namun di Piala Dunia 2018, mereka mencoba membuktikan bahwasannya Kroasia bukan hanya tim penggembira acara.

    Di babak penyisihan awal, Kroasia tergabung dalam grup D yang terdiri dari Nigeria, Islandia, dan Argentina. Untuk pertandingan awal, Kroasia langsung dihadapkan dengan Nigeria. Sebagai negara yang punya sejarah panjang dengan sepakbola, Nigeria tentu bukan lawan yang bisa dikalahkan dengan mudah.

    Pertandingan pembuka bagi kedua negara difase grup ini diadakan  pada 17 Juni 2018 di Stadion Kaliningrad, Rusia. 

    Kedua tim sebenarnya sempat sama kuatnya di menit-menit awal pertandingan. Namun, ketika memasuki pertengahan babak pertama, pemain Kroasia mencoba memberikan tekanan. Sepak pojok yang diambil oleh Luka Modric langsung mendapatkan sundulan maut dari Ante Rebic di menit 32’.

    Mario Mandzukic menyambutnya yang langsung melaju bebas menjebol gawang Nigeria. Gol yang tercatat sebagai gol bunuh diri tersebut pun membawa skor 1-0 yang terus bertahan hingga babak pertama berakhir.

    Di babak kedua, Nigeria mencoba memberikan serangan balas dendam. Tapi yang terjadi di lapangan, Kroasia tampil semakin garang hingga membuat Nigeria kewalahan.

    Saat mendapatkan tendangan penalti dari pemain Nigeria, Luka Modric justru berhasil mengelabui kiper Nigeria. Alhasil, Kroasia kembali unggul atas Nigeria. Skor akhir 2-0 terus bertahan hingga pertandingan selesai, yang membuat Kroasia berhasil memenangkan pertandingan dan mencuri 3 poin yang berharga.

    Kemenangan atas Nigeria membuat Kroasia mendapatkan sedikit kepercayaan diri. Di pertandingan selanjutnya, Kroasia harus berhadapan dengan lawan tangguh Argentina yang digadang-gadang sebagai tim kuat juara yang diperkuat pemain-pemain bintang Seperti Lionel Messi, Sergio Aguero, Di Maria dan lainnya.

    Di atas kertas, Argentina tentu di favoritkan memenangkan pertandingan ini. Pertandingan penyisihan kedua ini digelar pada 22 Juni 2018 di Stadion Nizhny Novgorod, Rusia.

    Dengan formasi 4-5-1, Kroasia memilih bermain aman sejak peluit tanda dimulainya babak pertama berbunyi. Pertandingan baru berlangsung sengit saat menjelang berakhirnya babak pertama.

    Lionel Messi dan kawan-kawan dengan gencar mencoba mencetak gol, namun masih berhasil digagagalkan para pemain Kroasi hingga akhirnya, skor berakhir imbang 0-0 untuk babak pertama.

    Memasuki babak kedua, Kroasia mulai menunjukkan permainan menyerang. Ante Rebic berhasil menjebol gawang Argentina di menit 53’.

    Luka Modric sebagai andalan tim pun ikut menggempur gawang Argentina di menit 80’, sekaligus menambah keunggulan menjadi 2-0.

    Belum cukup sampai di situ, Ivan Rakitic sebagai pemain andalan Kroasia lainnya juga ikut menjebol gawang Argentina di menit 90’+1’ dan memantapkan keunggulan Kroasia menjadi 3-0. Hingga akhir pertandingan, Argentina tak mampu memberi gol balasan dan terpaksa takluk dengan skor telak 3-0.

    Hasil ini tentu diluar prediksi banyak orang, tim calon kuat juara Argentina hasil takluk dengan 3 gol tanpa balas dari tim kuda hitam Kroasia.

    Dua kemenangan yang berhasil dicapai dalam pertandingan melawan Nigeria dan Argentina, membuat Kroasia semakin percaya diri untuk menyapu bersih semua pertandingan di grup D.

    Pada pertandingan penutup Kroasia harus menghadapi Islandia pada 27 Juni 2018 di Rostov Arena, Rusia. Dalam pertandingan kali ini sang nahkoda, Zlatko Dalic, banyak merotasi pemain untuk mengistirahatkan pemain inti karena sudah dipastikan akan lolos ke babak selanjutnya setelah mengumpulkan 6 poin dari hasil mengalahkan Nigeria dan Argentina.

    Sejak peluit babak pertama berbunyi, kedua tim bersaing sengit untuk saling menggempur pertahanan. Islandia yang tak bisa dipandang remeh ternyata cukup merepotkan jajaran pemain Kroasia. Akibatnya, hingga babak pertama berakhir, skor kedua tim masih imbang 0-0.

    Saat memasuki paruh kedua, Kroasia mulai memberikan tekanan maksimal ke jantung pertahanan Islandia. Alhasil, delapan menit setelah babak kedua dimulai, Milan Baldels berhasil menjebol gawang Islandia yang dijaga oleh Hannes Thor Halldorsson.

    Saat pertandingan memasuki menit 72’, Islandia mendapat kejutan hadiah tendangan penalti setelah bola mengenai tangan pemain Kroasia, Dejan Lovren. Gylfi Sigurdsson sebagai eksekutor sukses memecah kebuntuan sekaligus menyamakan kedudukan menjadi 1-1.

    Kroasia yang tak tinggal diam ternyata memberi kejutan saat memasuki injury time. Ivan Perisic melesatkan tendangan keras yang mengarah ke pojok dan berhasil menjebol gawang Islandia. Alhasil, hingga peluit babak kedua berbunyi, Islandia tak mampu membalas gol dan harus menerima kekalahan dengan skor akhir 2-1.

    Harus Bermain Sampai Babak Adu Pinalti untuk Berebut Tiket ke Semifinal

    Keberhasilan Kroasia menyapu bersih grup D mengantarkan mereka memasuki babak 16 besar. Mereka pun harus berhadapan dengan Denmark, tim penuh kejutan, pada tanggal 2 Juli 2018 di Nizhny Novgorod Stadium, Rusia.

    Saat pertandingan belum genap berjalan satu menit, pemain Denmark yang bernama Mathias Jorgensen langsung menjebol gawang Kroasia yang saat itu dijaga oleh Danijel Subasic. Tak butuh waktu lama, Kroasia sebagai tim tak terkalahkan pada saat itu langsung membalas dengan sebuah gol lewat tendangan voli dari Mandzukic.

    Memasuki babak kedua, Kroasia dan Denmark bersaing sengit. Kroasia yang merasakan kemudahan di tiga lawan sebelumnya, kali ini harus bersusah payah menaklukkan Denmark. Alhasil, hingga babak kedua selesai, tak ada gol yang berhasil tercipta.

    Saat memasuki extra time, persaingan kedua tim benar-benar semakin alot. Akan tetapi, dua babak extra time rupanya belum cukup untuk membuahkan gol bagi kedua tim. Hingga akhirnya, pemenang pertandingan ini harus ditentukan melalui adu penalti.

    Kroasia yang tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan langsung membombardir Denmark dengan gempuran gol melalui titik penalti. Dewi fortuna rupanya sedang memihak pada Kroasia. Alhasil, negara berjuluk Vatreni itu berhasil memenangkan pertandingan dengan skor akhir 3-2.

    Kemenangan atas Denmark membawa Kroasia melaju ke babak perempat final dan harus menghadapi tim tuan rumah yaitu Russia. Kedua tim bertemu tanggal 8 Juli 2018 di Fisht Stadium, Sochi, Rusia.

    Kroasia dan Rusia sama-sama bermain sengit sepanjang pertandingan berlangsung. Russia berhasil mencetak dua gol di menit 31’ dan 115’ berkat duo pemain andalannya, Denis Cheryshev dan Mario Fernandes. Sedangkan Kroasia berhasil menjebol gawang Rusia di menit 39’ dan 101’ lewat sontekan dari Andrej Kramaric dan Domagoj Vida.

    Pertandingan perebutan tiket semifinal ini juga membuat Kroasia harus bersusah payah karna penentuan pemenang harus melalui skema adu penalti.

    Perjuangan mati-matian tim Kroasia akhirnya terbayar tuntas setelah 4 dari 5 penendang pinalti Kroasia, Marcelo Brozovic, Luka Modric, Domagoj Vida, dan Ivan Rakitic berhasil mencetak gol penalti. Sedangkan Rusia hanya berhasil mencetak 3 pinalti dari jatah 5 kesempatan yang diberikan.

    Kroasia pun dinyatakan lolos ke babak semifinal dengan Inggris sebagai lawan bermainnya.

    Berhasil Menang atas Inggris di Semifinal, Namun Harus Puas Sebagai Runner-up

    Perjalanan Kroasia menuju panggung final masih terbuka. Akan tetapi, untuk merebut tikel ke perandingan final, Kroasia harus berhadapan dengan tim unggulan Inggris. Pertemuan keduanya terjadi tanggal 12 Juli 2018 di Stadion Luzhniki, Rusia.

    Sejak awal pertandingan, Inggris tampil dominan hingga memberi kejutan di menit ke lima berupa gol cantik dari bek kanan andalan mereka, Kieran Trippier, yang tak mampu ditepis kiper Kroasia, Dominik Livakovic.

    Tim Kroasia akhirnya berhasil menyaman kedudukan di menit 68’ setelah Ivan Perisic berhasil membobol gawang Inggris yang dijaga ketat oleh Pickford.

    Hasil imbang 1-1 akhirnya memaksa kedua tim untuk bertanding di waktu extra time. Mandzukic yang tidak mau menyiakan kesempatan akhirnya turut andil menjebol gawang Inggris di menit 109’, sekaligus menambah keunggulan Kroasia menjadi 2-1.

    Skor 2-1 bertahan hingga peluit berakhirnya pertandingan berbunyi. Ini artinya, Kroasia berhasil mendapatkan tiket untuk melaju ke babak final Piala Dunia 2018.

    Perjalanan Kroasia ke babak final terasa begitu sulit. Mereka harus berjibaku menghadapi tim-tim papan atas untuk sampai bisa ke titik ini. Bahkan, prestasi Kroasia masuk babak final jadi rekor pertama kalinya dalam sejarah sejak negara tersebut berpartisipasi di Piala Dunia tahun 1998 silam.

    Dalam pertandingan final pun rasanya tak mudah karena Kroasia harus berhadapan dengan tim Prancis yang difavoritkan menjadi memenangkan pertandingan tersebut dan keluar sebagai juara.

    Meskipun begitu, melihat kejutan-kejutan yang dilakukan Rusia pada pertandingan-pertandingan sebelumnya, rasanya terlalu tergesa-gesa untuk langsung menjagoka Perancis di pertandingan yang berlangsung pada 15 Juli 2018  

    Meskipun mendominasi laga, tim Kroasia justru mendapatkan serangan balik-serangan balik efektik yang berbahaya dari Perancis. Pertandingan ini harus berakhir dengan skor 4-2 untuk kemenangan Prancis, sekaligus membuat Perancis keluar sebagai juara Piala Dunia tahun 2018.

    Meski demikian, perjuangan tim Kroasia hingga sampai pertandingan final benar-benar layak berhasil mencuri perhatian banyak pecinta sepakbola. Diluar prediksi banyak orang, tim yang awalnya sebagai tim hiburan ini justru bisa melenggang sampai partai final.

    Capaian ini akan membekas di ingatan pecinta sepakbola dunia, dimana ada tim kuda tim dari sebuah negara kecil bernama Kroasia, berhasil mencatat sejarah hingga masuk ke babak final dan keluar sebagai runner up ajang olahraga paling bergensi di dunia.

  • Uruguay dan Juara Piala Dunia untuk Pertama Kali

    Jika bicara mengenai kejuaraan Piala Dunia sepakbola, belakangan kita cenderung lebih mudah mengingat tim nasional Brasil, Italia, Jerman, Inggris dan Argentina. Banyak bintang besar sepakbola lahir dari negara-negara tersebut.

    Jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut, Uruguay mungkin masih belum sepopuler negara tersebut, meski pada kenyataannya banyak pemain-pemain bintang besar juga lahir dari Uruguay, misalnya Recoba, Diego Forlan, Cavani hingga Luis Suarez.

    Meskipun masih kalah populer dibanding negara-negara sepakbola eropa seperti Inggris, Perancis, Jerman dan Spanyol, ataupun masih kalah populer dengan negara tetanggan satu benua seperti Argentina dan Brasil, kiprah Uruguay di sepakbola dunia tidak bisa dipandang sebelah mata.

    Dalam banyak edisi Piala Dunia yang diselenggarakan, Uruguay hampir selalu bisa menunjukkan performa-performa apik untuk bersaing dengan negara-negara kuat sepakbola tersebut. Bahkan fakta menariknya adalah, Uruguay merupakan juara pertama Piala Dunia dalam sejarah.

    Piala Dunia Sepakbola Diselenggarakan Pertama Kali untuk Mempertemukan Banyak Negara

    Tahun 1930 menjadi tahun bersejarah bagi perhelatan Piala Dunia. Untuk pertama kalinya, pertandingan yang menjadi ajang sepak bola paling bergengsi di dunia ini digelar. Uruguay, sebuah negara kecil di Amerika Latin, ditunjuk sebagai tuan rumah pertandingan akbar tersebut.

    Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat saat itu Uruguay baru saja mempertahankan gelar juara sepak bola di Olimpiade Amsterdam 1928.

    Piala Dunia pertama ini  diselenggarakan selama 18 hari terhitung dari tanggal 13-30 Juli 1930. Diikuti oleh 13 negara, ajang sepak bola ini terbagi dalam empat grup. 

    Grup pertama terdiri dari Argentina, Chili, Perancis, dan Meksiko. Grup kedua terdiri dari Yugoslavia, Brazil, dan Bolivia. Grup ketiga terdiri dari Uruguay, Rumania, dan Peru. Sedangkan grup terakhir terdiri dari Amerika Serikat, Paraguay, dan juga Belgia.

    Berdasarkan aturan dari FIFA, Piala Dunia saat itu tak melewati fase kualifikasi. Masing-masing juara dari setiap grup otomatis akan langsung lolos ke babak semifinal. Dari masing-masing grup tersebut, lahirlah empat tim jagoan yaitu Uruguay, Yugoslavia, Argentina, dan Amerika Serikat.

    Maju ke Final Dengan Kemenangan Meyakinkan di Fase Grup dan Semifinal

    Sebagai tuan rumah, Uruguay memastikan diri lolos ke babak semifinal setelah menang telak 4-0 atas Rumania. Gol dari Pablo Dorado, Hector Scarone, Peregrino Anselmo, dan juga Jose Pedro Cea menjadi pengantar kemenangan besar tersebut. Di pertandingan sebelumnya, Uruguay mengalahkan Peru dengan skor akhir 1-0 berkat gol tunggal Hector Castro.

    Di babak semifinal Uruguay harus bertemu dengan Yugoslavia, juara dari grup 2, yang baru saja mengalahkan Brasil dengan skor 2-1 dan Bolivia dengan skor 4-0. Gol ciamik dari Ivan Bek, Blagoje Marjanovic, serta Dorde Vujadinovic menjadikan bukti bahwa tim nasional Yugoslavia bukanlah tim kaleng-kaleng.

    Meski demikian, kekuatan Yugoslavia saat memporak-porandakan grup 2 tak lantas membuat nyali tim nasional Uruguay ciut. Dalam pertandingan yang berlangsung 27 Juli 1930 di Estadio Centenario, Montevideo, tim Uruguay berjuang mati-matian untuk mendapatkan tiket menuju final Piala Dunia.

    Yugoslavia yang sebelumnya tampil garang dan penuh percaya diri, kali ini harus gigit jari karena dibantai oleh tim Uruguay

    Di menit awal pembuka, Yugoslavia memang berhasil mencetak gol dari Vujadinovic. Tapi siapa sangka, gol tersebut justru membuat tim Uruguay langsung bangkit dan terpacu untuk membalikkan keadaan.

    Satu gol balasan dari Jose Pedro langsung dicetak di menit 18’. Tak berhenti sampai di situ, Jose Pedro kembali mencetak gol di menit 67’ dan 72’. Peregrino Anselmo dan Santos Iriarte pun ikut menyumbang gol yang semakin menggempur pertahanan diri Yugoslavia.

    Pada akhirnya, Yugoslavia harus tersingkir dalam perebutan tiket ke final setelah kalah dari Uruguay dengan skor akhir 6-1.

    Memperebutkan Gelar Juara Bersama Dengan Raksasa Sepabola Amerika Latin Lainnya

    Di partai semifinal yang lain, Argentina dipertemukan dengan Amerika Serikat pada 26 Juli 1930.

    Argentina berhasil menggempur habis-habisan Amerika Serikat dengan serangkaian gol ciamik yang langsung membuat para pemain Amerika Serikat mati kutu. Alhasil, Argentina pun mendapatkan kesempatan untuk melaju ke pertandingan final.

    tim nasional Uruguay dan Argentina pun dipertemukan dalam pertandingan final untuk memperubatkan gelar juara dunia.

    Pertandingan ini bukan hanya sekedar final biasa bagi Uruguay, namun juga ajang untuk kembali membuktikan diri tim Uruguay. Mengingat status Uruguay saat itu sebagai tuan rumah sekaligus juara dari Olimpiade 1928 untuk cabang sepakbola.

    Bagaimanapun, ini menjadi beban tersendiri bagi tim nasional Uruguay, apalagi disaksikan langsung oleh para warga Uruguay yang menantikan kemenangan.

    Pertandingan final ini pun digelar tanggal 30 Juli 1930 pukul 14.15 waktu setempat di Estadio Centenario, Montevideo. Pertandingan bersejarah ini disaksikan oleh 68.346 penonton yang siap menjadi saksi sejarah kemenangan pertama Piala Dunia.

    Pertandingan langsung berjalan panas sejak peluit tanda permainan dimulai, dibunyikan.

    Tanpa menunggu waktu lama, pemain Uruguay, Pablo Dorado, langsung menjebol gawang Argentina di menit 12’. Seperti mendapatkan cambukan keras, tim Argentina langsung membalas lewat tendangan keras dari Carlos Peucelle dan Guillermo Stabile. Alhasil, Argentina unggul di babak pertama dengan skor 2-1.

    Memasuki babak kedua, Uruguay mengatur strategi untuk membalikkan keadaan. Sejak awal, Uruguay terus memberikan serangan sengit. Gol dari Jose Pedro pun berhasil menjebol gawang Argentina.

    Skor pertandingan menjadi imbang, membuat Uruguay yakin bisa memenangkan pertandingan. Terbukti, memasuki menit ke 68’ tendangan Santos Iriarte berhasil menjebol gawang Argentina.

    Tak berhenti sampai di situ saja, Uruguay kembali mencetak gol spektakuler di menit 89’. Kali ini, sundulan maut dari Hector Castro berhasil membuat Uruguay unggul dua gol dan hampir pasti mengunci kemenangan.

    Dua gol ciamik ini  juga disambut meriah oleh para pendukung Uruguay yang menantikan kemenangan tim kesayangannya.

    Gol dari Hector Castro pun menjadi penutup pertandingan final dari dua negera Amerika Latin di Piala Dunia 1930. Uruguay dinobatkan sebagai juara pertama dalam sejarah Piala Dunia. Uruguay berhasil membuktikan bahwa tim mereka pantas untuk bersanding dengan tim hebat dari negara-negara lainnya.

    Memilih Absen di Dua Piala Dunia Selanjutnya Sebagai Bantuk Protes Balik Terhadap Negara Eropa

    Di Piala Dunia tahun-tahun berikutnya (tahun 1934 dan 1938), Uruguay menolak untuk berpartisipasi dalam pertandingan. Meskipun menyandang status sebagai juara bertahan dan jadi tim yang diunggulkan, nyatanya Uruguay enggan berpartisipasi.

    Hal ini karena Uruguay melakukan aksi boikot balik. Karena sebelumnya, beberapa negara Eropa enggan berpartisipasi di ajang Piala Dunia yang diadakan di benua Amerika Selatan, kali ini Uruguay membalasnya. Mereka pun berbalik enggan berpartisipasi di Piala Dunia yang diadakan di Italia dan Prancis. 

    Tim nasional Uruguay baru kembali berpartisipasi di ajang Piala Dunia 1950 yang diadakan di Brasil. Hebatnya, Uruguay berhasil kembali menjadi juara meskipun sebelumnya absen dua kali. 

    Piala Dunia yang digelar pertama kali di Uruguay menjadi cikal bakal kompetisi sepak bola antar negara dan masih berlanjut sampai saat ini. Ajang paling bergengsi di dunia ini selalu ditunggu banyak penggemar.

  • Tangan Tuhan Maradona dan Luis Suarez

    Piala Dunia, sebagai salah satu ajang olahraga paling bergengsi di dunia, banyak melahirkan momen kontroversi yang bersejarah.

    Dua dari sekian banyak momen yang paling diingat oleh pecinta sepakbola adalah momen dimana Maradona mencetak gol menggunakan tangannya, kejadian ini kemudian dikenal dengan gol tangan tuhan. Lebih dari dua dekade setelahnya, kontroversi yang heroik serupa juga dilakukan Luis Suarez untuk menyelamatkan Uruguay.

    Goal Tangan Tuhan Diego Maradona yang Melegenda

    Sejak pertama kali digelar pada tahun 1930, Piala Dunia selalu berhasil menciptakan momen-momen bersejarah yang membekas bagi para pecinta sepakbola. Salah satunya adalah Gol Tangan Tuhan yang dilakukan oleh legenda sepak bola asal Argentina, Diego Armando Maradona Franco.

    Kejadian ini membuat namanya semakin menempel di kepala pecinta sepakbola dunia, selain kemampuan-kemampuannya diatas lapangan yang memang mampu menyihir pecinta sepakbola.

    Peristiwa tersebut berlangsung tepatnya 22 Juni 1986 saat Piala Dunia diadakan di Meksiko. Saat itu, timnas Argentina berhadapan dengan timnas Inggris dalam pertandingan babak perempat final, memperebutkan satu tiket untuk melaju ke babak selanjutnya.

    Kejadian menarik mulai terjadi saat memasuki menit ke-51. Saat itu, Maradona melakukan umpan satu dua yang langsung disambung dengan sepakan dari rekan satu negaranya, Jorge Valdano, yang mengarah ke kotak penalti dari pertahanan timnas Inggris.

    Tanpa diduga, bola tersebut justru diteruskan oleh pemain belakang Inggris. Bola pun melambung tinggi ke arah gawang tim Inggris.

    Melihat hal tersebut, Maradona yang saat itu berada di area pertahanan Inggris langsung sigap berlari mengejar bola. Ia melompat dan dengan kesadaran diri penuh meninju bola ke arah gawang Inggris. Bola tersebut berhasil melewati kiper timnas Inggris, Peter Shilton, dan masuk ke dalam gawang.

    Meski Maradona mencetak gol tersebut dengan tangannya, bagian tubuh yang tidak boleh digunakan oleh pemain sepak bola saat bola sedang dimainkan, wasit justru mengganggap gol tersebut sebagai gol yang sah, bukan handball.

    Berkat gol tersebut, Argentina memimpin pertandingan dengan skor 1-0.

    Tim nasional Inggris jelas tidak menerima keputusan tersebut begitu saja, pemain Inggris melemparkan protes kepada wasit yang sedang bertugas. Namun protes tersebut tak membuahkan apapun, wasit tetap memutuskan mengesahkan gol kontroversial tersebut.

    Berkat sumbangsih gol kontroversial dari tangan Maradona melalui tanggannya tersebut,  Argentina mampu memenangkan pertandingan dengan skor akhir 2-1, sekaligus merebut tiket untuk melaju ke babak semifinal dari tim nasional Inggris.

    Pada akhirnya, di edisi Piala Dunia tahun 1986 tersebut Argentina keluar sebagai juara setelah di partai final mereka mengalahkan tim nasional Jerman Barat dengan skor meyakinkan 3-0. Pada partai semifinal sebelumnya, Argentina berhasil unggul atas tim nasonal Belgia 2-0.

    Capaian Argentina meraih juara dunia tersebut tentu menimbulkan banyak perdebatan dan kontroversi.

    Meski begitu, Maradona justru berpandangan bahwa gol tersebut merupakan sebuah trik atau tipu daya. Ia tetap bersikeras bahwa itu bukanlah sebuah kecurangan. Menurutnya, itu adalah gol yang dicetak dengan campur tangan Tuhan. Itulah mengapa gol kontroversial tersebut disebut gol tangan tuhan.

    Selang beberapa tahun kemudian, Maradona mengaku bahwa gol tersebut bukan kebetulan belaka. Rupanya sebelum pertandingan, Maradona sudah banyak mempelajari tipe permainan Inggris. Contohnya saat Kenny Sansom memberinya bola secara ‘cuma-cuma’, Maradona sudah memprediksi bahwa setelahnya Kenny Sansom akan melakukan back pass ke kiper.

    Tak heran jika pada akhirnya ia bisa memanfaatkan situasi untuk melangsungkan gol kontroversial tersebut.

    Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan BBC Sports, Maradona menjelaskan makna gol tangan tuhan dihadapan Gary Lineker, salah satu pemain Inggris.

    Maradona mengaku bahwa bola tersebut memang menyentuh tangannya. Namun saat ia mulai berlari ke belakang untuk merayakan gol, Maradona mengetahui bahwa kiper dan wasit tak menyadari kecurangan yang dilakukannya. Posisinya benar-benar ada dalam posisi tidak ideal untuk memantau insiden tersebut. 

    Ditambah lagi teknologi yang saat itu belum maju, belum ada virtual assistant referee, tentu itu jadi momen menguntungkan bagi Maradona.

    Tangan Tuhan Lain di Piala Dunia yang Dititipkan ke Luis Suarez

    Masih bicara soal Tangan Tuhan, ada kejadian serupa yang terjadi di Piala Dunia tahun 2010 yang saat itu diadakan di Afrika Selatan. Kali ini, pemeran utamanya adalah Luis Suarez.

    Saat itu, Suarez membela negaranya, tim nasional Uruguay yang harus berhadapan dengan tim nasional Ghana dalam pertandingan babak perempat final atau delapan besar.

    Mulanya, pertandingan berjalan lancar. Ghana unggul di menit-menit terakhir babak pertama setelah tendangan Sulley Muntari berhasil menjebok gawang Uruguay yang dikawal oleh Muslera.

    Setelah turun minum, Uruguay pun mulai bangkit di babak kedua. Sebuah tendangan bebas dari Diego Forlan berhasil membuat skor imbang 1-1. Pertandingan pun mau tak mau dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu.

    Di babak perpanjangan waktu, pertandingan berlangsung lebih sengit, kedua negara bertarung habis-habisan untuk memperebutkan satu tiket semifinal.

    Ghana mendapatkan kesempatan melakukan tendangan bebas pada menit ke-120. Ini jelas menjadi momen menguntungkan mengingat jika berhasil berbuah gol, satu kaki Ghana sudah berada babak semifinal, apalagi mengingat waktu yang sudah masuk akhir waktu normal babak perpanjangan waktu.

    Kemudian kontroversi terjadi pada pertandingan tersebut. Suarez melakukan sebuah penyelamatan kontroversial yang membuat mimpi Ghana padam begitu saja.

    Saat itu John Paintsil sedang melakukan tendangan bebasnya. Prince Boateng menyambut bola tersebut, lalu meneruskannya ke Jonathan Mensah dan Stephen Appiah.

    Sayangnya, tendangan Appiah justru diblok oleh Suarez tepat di garis gawang. Bola pun disambar oleh sundulan Dominic Adiyiah hingga hampir masuk ke gawang Uruguay. Kemelut terjadi di depan gawang Uruguay. Kiper Uruguay yang saat itu tidak sedang dalam posisi yang menguntungkan untuk menghadang bola tersebut.

    Dalam kondisi ini Ghana mempunyai kesempatan yang cukup besar untuk mencetak gol dan merebut tiket ke babak selanjutnya.

    Namun sayang, sundulan Dominic Adiyiah yang sudah mengarah ke gawang, justru digagalkan oleh Suarez di tepat sebelum bola melewati garis gawang. Penyelamatan ini sangat kontrovesial karena ia menggunakan tangannya untuk mencegah bola tersebut masuk ke gawang Uruguay.

    Ghana gagal mencetak gol. Suarez menjadi penyelamat Uruguay, meski saat yang bersamaan ia juga diusir oleh wasit dari lapangan. Suarez terpaksa harus menyelesaikan pertandingan sebelum peluit benar-benar berakhir, ia kemudian menyaksikan tendangan penalti Ghana sebelum masuk ke ruang ganti.

    Meski gol Ghana digagalkan oleh Suarez dengan cara yang kontroversial, sesuai dengan peraturan pertandingan, Ghana mendapat hadiah pinalti, sekaligus sebagai hukuman bagi Uruguay karena pemainnya melakukan pelanggaran pertandingan.

    Gyan Asamoah mengambil tendangan pinalti tersebut. Namun sial, tendangan Asamoah ternyata membentur mistar dan akhirnya gagal berubah menjadi gol. Kegagalan ini membuat skor 2-1 Ghana gagal tercipta.

    Suarez yang saat itu masih di pinggir lapangan merayakan kegagalan Ghana mencetak gol lewat titik putih. Uruguay akhirnya berhasil lolos ke babak semifinal setelah pertandingan dilanjut lewat babak adu penalti.

    Hasil pertandingan ini menjadi hasil yang luar biasa bagi Uruguay, namun sebaliknya bagi Ghana.

    Ghana yang menjadi harapan satu-satunya bagi Afrika, justru gugur karena penyelamatan kontroversial Suarez. Bagi pendukung tim Uruguay, Suarez melakukan penyelamatan bak seorang pahlawan.

    Sama seperti gol Maradonna yang disebut sebagai gol tangan tuhan, bagi pendukung tim nasional Uruguay, penyelamatan yang Suarez lakukan adalah penyelamatan tangan tuhan.

    Namun sebaliknya bagi pendukung tim nasional Ghana. Milovan Rajevac selaku pelatih Ghana mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Suarez tak pantas membuatnya disebut sebagai pahlawan.

    Dua hal kontroversial yang terjadi dalam sejarah Piala Dunia ini menjadi sejarah yang akan selalu diingat oleh banyak pecinta sepak bola dunia. Peristiwa ini yang membuat sepak bola menjadi lebih menarik.

  • Pele, Sang Legenda Peraih Piala Dunia Terbanyak

    Bicara soal Piala Dunia, pasti tak bisa lepas dari nama Pele. Selain sebagai legenda pemain sepak bola terbaik sepanjang masa, Pele juga dikenal sebagai peraih piala dunia terbanyak yang belum terpecahkan sampai saat ini.

    Perjalanan Awal Sang Legenda yang Tidak Berkemewahan

    Namanya Edson Arantes do Nascimento, namun lebih sering dikenal dengan nama Pele. Bukan tanpa alasan, karena sesungguhnya nama tersebut merupakan nama ejekan dari teman-teman sekolahnya. Pele benar-benar tak menyukai nama tersebut, sampai pernah terlibat baku hantam saking kesalnya.

    Pele lahir dari pasangan Joao Ramos dan Dona Celeste Arantes. Masa kecilnya bisa dibilang kurang beruntung karena harus bertahan hidup di tengah kemiskinan.

    Meski demikian, Pele bukanlah orang yang pantang menyerah. Ia mulai memanfaatkan apa saja yang ada untuk melatih bakat dasarnya. Misalnya saja, ia memanfaatkan gulungan kain sebagai bola buatan untuk berlatih.

    Tahun 1952, Pele akhirnya bisa bergabung dengan klub lokal. Kondisinya yang tak memungkinkan membuatnya terpaksa berlatih dengan sepatu yang terbuat dari koran bekas yang dikaitkan ke kakinya.

    Usahanya tak mengkhianati hasil. Memasuki usia remaja di tahun 1956, Pele bertemu dengan Waldemar de Brito yang saat itu sedang melatih tim nasional sepak bola Brasil. Tanpa ragu, De Brito meminta Pele untuk bergabung dengan Santos, klub profesional yang ada di luar Sao Paulo. Padahal, saat itu Pele baru berusia 15 tahun. Namun De Britto sudah melihatnya sebagai pemain terbaik dunia. 

    Dengan tekad kuat, Pele menandatangani kontrak tersebut. Di usianya yang masih terbilang remaja, Pele langsung diminta berlatih dengan tim utama.

    Tak perlu menunggu waktu lama. 7 September 1957, Pele langsung memulai debutnya di Santos. Bukan sembarang debut, karena nyatanya Pele berhasil mencetak 1 gol dari kemenangan 7-1.

    Kemenangan ini membuatnya berhasil mendapatkan tempat utama dalam tim senior Santos. Tak hanya itu, Pele juga dinobatkan sebagai Top Score Liga. Alhasil, hanya dalam waktu singkat Pele bisa bergabung dengan tim nasional Brasil.

    Tampil di Piala Dunia dan Menjadi Pemain Termuda yang Menjuarai Piala Dunia

    Piala Dunia 1958 yang diadakan di Swedia jadi saksi lahirnya Pele sang legenda sepak bola.

    Pele pertama kali tampil di laga terakhir grup saat melawan Uni Soviet. Brasil menang 2-0, namun Pele belum berhasil mencetak gol.

    Namanya mulai dilirik saat berhasil mencetak gol tunggal dalam laga perempat final. Saat itu, Brasil dihadapkan dengan Wales. Brasil menang 1-0 dan satu-satunya gol tersebut dicetak oleh Pele seorang.

    Tak berhenti sampai di situ, Pele kembali beraksi saat Brasil melawan Prancis di babak semifinal. Hattrick ciamik dari Pele berhasil membawa kemenangan 5-2 untuk Brasil. Pele pun dinobatkan sebagai pencetak hattrick termuda karena saat itu ia baru berusia 17 tahun 245 hari.

    Di babak final, Pele semakin menggila. Dihadapkan dengan Swedia sang tuan rumah, Pele langsung menguasai pertandingan begitu babak kedua dimulai. Dua gol berhasil dicetaknya dengan mudah. Alhasil, skor akhir 5-2 sukses membawa Brasil pada kemenangan pertama kali untuk Piala Dunia.

    Tak hanya itu, rupanya Pele juga dinobatkan sebagai pemain termuda yang berhasil menjuarai Piala Dunia. Skor 5-2 pun dianggap sebagai skor terbesar yang pernah dicetak sepanjang sejarah final Piala Dunia.

    Pele kembali beraksi di Piala Dunia tahun 1962 yang diadakan di Chili.

    Saat itu, banyak yang menjagokan Brasil kembali menjadi juara. Bukan hanya karena gelar yang sudah dipegangnya, tetapi juga karena terdapat sembilan pemain Brasil yang dipercaya bisa memperkuat tim. Nama Gilmar, Nilton Santos, Zito, Garrincha, Djalma Santos, Didi, Zagalo, Vava, dan Pele disebut-sebut mampu membawa kembali Brasil pada kemenangan.

    Sayangnya, saat itu Pele hanya mendapatkan satu kali kesempatan untuk tampil. Pele ikut ambil bagian saat Brasil melawan Meksiko. Pele berhasil menyumbang satu gol yang membuat Brasil menang dengan skor akhir 2-0.

    Di laga selanjutnya, Pele harus menerima nasib tak bisa melanjutkan diri untuk bertanding. Tepatnya saat berkesempatan melawan Cekoslovakia, Pele mengalami cedera berat yang membuatnya harus berhenti tanding.

    Pada akhirnya, Brasil tetap berhasil menjadi juara setelah mengalahkan Cekoslovakia di babak final dengan skor akhir 3-1. Brasil kembali menjadi juara, meskipun tanpa peran Pele sampai akhir.

    Juara Piala Dunia Ketiga Kalinya Bersama Brasil

    Cedera yang dialami Pele di Piala Dunia sebelumnya rupanya meninggalkan trauma tersendiri baginya. Awalnya, Pele sempat menolak untuk mengikuti pertandingan babak kualifikasi Piala Dunia 1970. Alasannya sama; ia enggan berhadapan dengan lawan-lawan yang dianggapnya suka bermain kasar. Tekel-tekel keras dari lawan rasanya sudah menjadi santapan wajib yang selalu menghampiri Pele.

    Tak lama setelah itu, terdengar aturan baru dari FIFA mengenai hukuman atas pelanggaran. Rupanya FIFA mulai menerapkan hukuman kartu merah dan kartu kuning atas pelanggaran keras yang dilakukan oleh pemain.

    Mendengar aturan baru tersebut, Pele langsung mengubah keputusannya. Ia segera bertanding di enam laga kualifikasi, bahkan berhasil mencetak enam gol untuk Brasil. Pada akhirnya, Brasil bisa kembali mengikuti putaran Piala Dunia 1970.

    Bisa dibilang saat itu Pele adalah pemain senior mengingat rekan-rekan seangkatannya yang pensiun lebih dulu. Ia pun dijadikan pemimpin sekaligus pelayan bagi Jairzinho, Tostao, dan Rivelino.

    Dengan formasi 4-2-4, Pele berhasil membuat Brasil menyajikan pertandingan yang lebih menarik dan berbeda dari sebelumnya. Pele yang biasa tampil sebagai predator kotak penalti, kali ini lebih banyak tampil sebagai kreator serangan. Terbukti, ia berhasil menorehkan enam assist yang akhirnya mengantar Brasil pada babak final Piala Dunia. For your information, jumlah assist Pele disebut-sebut sebagai assist terbanyak dalam satu edisi Piala Dunia.

    Kali ini, Brasil berhadapan dengan Italia di babak final. Pele berhasil mencetak gol pembuka, sekaligus memberikan dua assist untuk Jairzinho dan Carlos Alberto. Alhasil, Brasil meraih skor akhir 4-1 dan kembali menjadi juara.

    Kemenangan ini membuat Brasil berkesempatan membawa pulang trofi Jules Rimet. Tak hanya itu, Brasil juga mulai disebut sebagai salah satu tim terbaik sepanjang masa. Tentu saja, semua ini berkat campur tangan dari Pele.

    Berbagai kemenangan serta prestasi membanggakan yang diperoleh membuat Pele merasa cukup. Di tahun 1974, Pele memutuskan untuk pensiun dari dunia sepakbola.

    Leganda yang Tidak Bisa Meninggalkan Sepakbola

    Namun, rasa cinta Pele pada dunia sepak bola tentu tak bisa hilang semudah itu. Setahun kemudian, Pele mendapatkan tawaran bergabung dengan New York Cosmos untuk bermain di North American Soccer League. Kontrak senilai $2,8 juta jadi jembatan kerjasama keduanya.

    Kontrak yang terbilang mahal ini rupanya bukan sembarang kontrak. New York Cosmos memang sengaja mendatangkan Pele agar para warga Amerika bersemangat menikmati kompetisi North American Soccer League yang saat itu baru berjalan delapan tahun.

    Pele pun memulai debutnya bersama New York Cosmos pada 15 Juni 1975 saat melawan Dallas Tornado. Meski saat itu hasilnya imbang 2-2, namun Pele berhasil membuat New York Cosmos terhindar dari kekalahan. Satu golnya berhasil menyelamatkan New York Cosmos.

    Hingga akhirnya pertandingan tanggal 1 Oktober 1977 benar-benar menjadi pertandingan terakhir Pele. Saat itu diadakan laga eksibisi yang mempertemukan dua klub yang pernah dibelanya; Santos dan New York Cosmos.

    Beberapa saat sebelum pertandingan dimulai, Pele memberikan sebuah pidato di depan 76.891 penonton yang membanjiri stadion. Dengan berurai air mata, Pele menyampaikan kata-kata perpisahan yang diiringi dengan ucapan terima kasih kepada semua orang yang sudah mendukungnya selama ini.

    Setelah pidato berakhir, Pele bersiap untuk bermain bersama New York Cosmos di babak pertama. Sebuah gol spektakuler berhasil Pele cetak setelah tendangan bebas jarak jauhnya masuk ke kandang Santos. Gol ini pun disebut-sebut sebagai gol terakhir Pele sebagai pemain sepak bola.

    Di babak kedua, Pele pindah haluan dan bermain di tim Santos. Serangan Santos makin menggila, namun ternyata justru dibalikkan oleh gol dari Raymon Mifflin dari New York Cosmos. Pertandingan pun berakhir dengan skor 2-1 untuk New York Cosmos.

    Setelah pertandingan berakhir, para pemain dari New York Cosmos dan Santos kompak berkumpul untuk memberikan mawar putih kepada Pele. Sebagai tanda perpisahan, tak lupa mereka mengarak Pele berkeliling stadion.

    “Hadirin sekalian, saya mengucapkan terima kasih banyak atas kehadiran Anda di momen paling mengharukan dalam karir sepak bola saya. Terima kasih telah mencintai dan menyaksikan aksi-aksi saya selama ini. Muito Obrigado”, ucap Pele sebagai tanda perpisahannya dengan dunia sepak bola.

    1.281 gol dari 1.363 pertandingan menjadi rekor fantastis yang dimiliki Pele. Meski tak lagi berlaga di sepak bola, namun nama Pele masih saja berpengaruh dan terkenang hingga saat ini. Gelar ‘Pemain Terbaik Abad Ini’ dari FIFA pada tahun 1999 pun menjadi saksinya.